Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah bertambahnya
tinggi atau berat suatu organisme. Pertambahan tinggi maupun berat organisme
merupakan bertambahnya ukuran sel atau bertambahnya jumlah sel. Dalam dunia
mikroba pertumbuhan diartikan sebagai bertambahnya jumlah sel. Hal ini karena
mikroba sebagian besar adalah organisme bersel tunggal. Sehingga difinisi
pertambahan tinggi maupun berat organisme tidak berlaku lagi. Mikroba
memperbanyak diri melalui pembelahan sel maupun reproduksi seksual. Reproduksi
seksual hanya dijumpai pada mikroba bersel banyak seperti jamur.
Pembelahan
Sel
Terdapat 2 jenis pembelahan sel
yaitu pembelahan biner dan pertunasan (budding).
Pembelahan biner adalah pembelahan yang menghasilkan 2 sel sama besar (Gambar
3.1), sedangkan pertunasan adalah pembelahan yang menghasilkan 2 sel yang tidak
sama besar (sel yang besar disebut induk dan sel yang kecil disebut anak). Pada
jamur terdapat suatu deviasi dari pembelahan biner yang disebut pembelahan
filamentus. Pembelahan atau pertumbuhan filamentus adalah pembelahan sel
filamen (sel tubulus dan panjang), di mana hasil pembelahan tidak terpisah
melainkan tetap menjadi suatu bagian utuh organisme tersebut. Hal ini masuk
akal karena jamur merupakan mikroba bersel banyak. Pada bagian ini pembelahan
sel yang dipelajari adalah pembelahan biner. Hal ini karena bakteri sebagian
besar melakukan pembelahan biner dalam pertumbuhannya.
Pembelahan
(Biner) Sel
Pada
pembelahan (biner) sel akan memperbesar ukurannya mencapai ukuran ideal untuk
pembelahan sel. Selama proses pertambahan ukuran sel terdapat beberapa kejadian
di dalam sel termasuk replikasi kromosom dan sintesis dinding sel untuk
perpanjangan sel. Pada dasarnya pembelahan sel dimulai setelah pembelahan
kromosom. Namun pembelahan sel dapat dimulai tanpa menunggu selesainya
pembelahan kromosom. Lokasi pembelahan pada dinding sel bukan di sembarang
tempat. Hal ini ditunjukkan oleh adanya mesosom yang berindikasi pada lokasi
atau tempat pembelahan berlangsung.
Pembelahan biner sel bakteri Staphylococcus
aureus
Pada bakteri Enterococcus hirae pembelahan sel dimulai dari pembelahan kromosom
(replikasi). Dua pita DNA pada kromosom bakteri mengalami pemutusan ikatan pada
lokasi yang disebut origin of replication.
Dengan putusnya ikatan antarbasa mengakibatkan enzim polimerase bekerja
menyintesis pasangan baru untuk masing-masing pita DNA. Selama proses replikasi
dinding sel bakteri E. hirae
mempersiapkan diri untuk pembelahan dinding sel.
Secara
kronologis pembelahan dinding sel pada E.
hirae adalah sebagai berikut. Terjadi penetrasi sentripetal dinding sel
dari 2 arah berlawanan pada pita dinding sel (pita ekuatorial), sehingga
menghasilkan celah atau noktah dinding sel 2 pita dinding sel yang terpisah.
Penetrasi noktah dinding sel ke arah dalam (70-80 nm) diikuti sintesis dinding
sel baru. Pita dinding sel terbelah menjadi 2 dinding sel anakan (sebagian).
Penetrasi noktah dinding sel (diikuti sintesis dinding sel baru) semakin ke
dalam sehingga 2 noktah dinding sel bertemu. Ketika 2 noktah dinding sel
bertemu, dinding sel memisah, terjadi pembelahan sel sempurna.
Pertumbuhan Mikroba
1.
Kurva pertumbuhan
mikroba
Suatu
bakteri yang dimasukkan ke dalam medium baru yang sesuai akan tumbuh memperbanyak diri. Jika pada
waktu-waktu tertentu jumlah bakteri dihitung dan dibuat grafik hubungan antara
jumlah bakteri dengan waktu maka akan diperoleh suatu grafik atau kurva
pertumbuhan. Hubungan antara jumlah sel
dengan waktu pertumbuhan dapat dinyatakan dalam Kurva Pertumbuhan
Pertumbuhan
populasi mikroba dibedakan menjadi dua yaitu biakan sistem
tertutup (batch
culture) dan biakan sistem terbuka (continous culture).
a. Biakan
sistem tertutup (batch culture)
Pada
biakan sistem tertutup, pengamatan jumlah sel dalam waktu yang cukup lama akan
memberikan gambaran berdasarkan kurva pertumbuhan bahwa terdapat fase-fase
pertumbuhan. Fase pertumbuhan dimulai pada fase permulaan, fase pertumbuhan
yang dipercepat, fase pertumbuhan logaritma (eksponensial), fase pertumbuhan
yang mulai dihambat, fase stasioner maksimum, fase kematian dipercepat, dan
fase kematian logaritma.
1) Fase
Adaptasi
Ketika sel dalam fase statis dipindahkan
ke media baru, sel akan melakukan proses adaptasi. Proses adaptasi tersebut
meliputi sintesis enzim baru yang sesuai dengan medianya dan pemulihan terhadap
metabolit yang bersifat toksik (misalnya asam, alkohol, dan basa) pada waktu di
media lama.
Pada fase adaptasi tidak dijumpai
pertambahan jumlah sel. Akan tetapi, terjadi pertambahan volume sel, karena
pada fase statis biasanya sel melakukan pengecilan ukuran sel. Akan tetapi,
fase adaptasi dapat dihindari (langsung ke fase perbanyakan), jika sel di media
lama dalam kondisi fase perbanyakan dan dipindah ke media baru yang sama
komposisinya dengan media lama.
2) Fase
Perbanyakan
Setelah sel memperoleh kondisi ideal
dalam pertumbuhannya, sel melakukan pembelahan. Karena pembelahan sel merupakan
persamaan eksponensial, maka fase tersebut disebut fase eksponensial. Pada fase
perbanyakan jumlah sel meningkat sampai pada batas tertentu (tidak terdapat
pertambahan bersih jumlah sel), sehingga memasuki fase statis.
Pada fase perbanyakan sel bakteri
bertambah mengikuti pola atau persamaan eksponensial, yaitu Nt=No2n.
Di mana Nt adalah populasi bakteri pada waktu ke-t; No adalah populasi awal
bakteri, dan n adalah jumlah generasi.
Secara praktek kita dapat mengubah
persamaan di atas dengan persamaan logaritmik, yaitu log10Nt=
log10No + log102n. Dengan demikian kita dapat
menentukan jumlah generasi (n) = 3.32[log10Nt - log10No].
Setelah menentukan jumlah generasi, maka
kita dapat menentukan laju pertumbuhan (k) = n/t = (3.32[log10Nt -
log10No])/t. Waktu generasi juga dapat kita hitung (tgen) = 1/k =
t/n = t/(3.32[log10Nt - log10No]).
Pada fase perbanyakan sel melakukan
konsumsi nutrien dan proses fisiologis lainnya. Pada fase ini produk senyawa
yang diinginkan oleh manusia terbentuk, karena senyawa tersebut merupakan
senyawa yang disekresi oleh sel bakteri. Beberapa senyawa yang diinginkan pada
fase perbanyakan adalah etanol, asam laktat dan asam organik lainnya, asam
amino, asam lemak, dan lainnya.
3) Fase
Statis
Alasan
bakteri tidak melakukan pembelahan sel pada fase statis bermacam-macam. Beberapa
alasan yang dapat dikemukaan adalah nutrien habis, akumulasi metabolit toksik
(misalnya alkohol, asam, dan basa), penurunan kadar oksigen, dan penurunan
nilai aw (ketersediaan air). Untuk kasus kedua dijumpai pada fermentasi alkohol
dan asam laktat, untuk kasus ketiga dijumpai pada bakteri aerob, dan untuk
kasus keempat dijumpai pada fungi.
Pada
fase statis biasanya sel melakukan adaptasi terhadap kondisi yang kurang
menguntungkan. Adaptasi itu dapat menghasilkan senyawa yang diinginkan manusia misalnya
antibiotika dan antioksidan4).
4) Fase
Kematian
Penyebab utama kematian adalah autolisis
sel dan penurunan energi seluler. Beberapa bakteri hanya mampu bertahan
beberapa jam selama fase statis dan akhirnya masuk ke fase kematian, sedangkan
ada bakteri yang mampu bertahan sampai harian bahkan mingguan pada fase statis
dan akhirnya masuk ke fase kematian. Beberapa bakteri bahkan mampu bertahan
sampai puluhan tahun sebelum mati dengan mengubah sel menjadi spora
Untuk lebih
jelas bisa dilihat pada tabel
Fase lag
|
Fase logaritma / eksponential
|
Fase pertumbuhan stasioner/seimbang/maksimum
|
Fase kematian
|
•
Tidak ada pertambahan
populasi
•
Kecepatan pertumbuhan
nol/lebih dari nol tetapi belum mencapai maksimum
•
Fase adaptasi terhadap
lingkungan baru
•
Sel bakteri memerlukan
bahan-bahan penting atau enzim enzim yang perlu disintesis sehingga
substransi interselular bertambah
•
Sel mengalami perubahan
dalam komposisi kimiawi dan bertambah ukurannya
|
•
Aktivitas metabolik
konstan
•
Fase ini dimulai jika
kecepatan pertumbuhan mencapai maksimum
•
Keadaan pertumbuhan
seimbang
•
Massa dan jumlah sel
bertambah secara eksponential dengan laju/ waktu generasi konstan
•
Biakan dalam keadaan
paling homogen dengan sel-sel yang semuanya tumbuh pada kecepatan dan
interval yang sama
|
•
Fase dengan kecepatan
pertumbuhan yang stabil
•
Beberapa sel mati
sedangkan yang lainnya tumbuh dan membelah
•
Fase maksimum dikarenakan
:
– Kekurangan nutrien
Akumulasi hasil metabolisme akhir
|
•
Kecepatan pertumbuhan
terus berkurang
•
Kematian sel bakteri
•
Sel bakteri yang mati
lebih cepat dari pada terbentuknya sel-sel baru
|
Analisis
Pertumbuhan Eksponensial
Untuk
menganalisis pertumbuhan eksponensial dapat menggunakan grafik
pertumbuhan atau
dengan perhitungan secara matematis. Rumus
matematika
pertumbuhan menggunakan persamaan diferensial:
dX / dt =
μX (1)
X: jumlah sel /
komponen sel spesifik (protein)
μ: konstanta
kecepatan pertumbuhan
Dalam bentuk
logaritma dengan bilangan dasar e, rumus
yang
menggambarkan aktivitas populasi mikrobia dalam biakan sistem
tertutup adalah:
ln X = ln X0 +
μ(t) (2)
X0: jumlah sel
pada waktu nol, X: jumlah sel pada waktu t, t: waktu
pertumbuhan
diamati.
Dalam bentuk
antilogaritma menjadi:
X = X0eμt (3)
Untuk
memperkirakan kerapatan populasi pada waktu yang akan datang
dengan μ sebagai konstante pertumbuhan yang berlaku.
Parameter penting
untuk konstante
pertumbuhan populasi secara eksponensial adalah waktu
generasi (waktu
penggandaan). Penggandaan populasi terjadi saat X / X0
=2, sehingga
rumus (3) menjadi:
2 = eμ (t generasi) (4)
Dalam bentuk
logaritma dengan bilangan dasar e:
μ = ln 2 / t
generasi = 0,693 / t generasi
(5)
Waktu generasi
(t generasi) dapat digunakan untuk mengetahui parameter
lain, seperti
k ( konstante
kecepatan pertumbuhan) sebagai berikut:
k = 1 / t
generasi (6)
Untuk biakan
sistem tertutup, kombinasi persamaan 5 dan 6 menunjukkan
bahwa 2
konstante
kecepatan pertumbuhan μ dan k saling berhubungan:
μ = 0,693 k (7)
μ dan k,
keduanya menggambarkan proses pertumbuhan yang sama dari
peningkatan
populasi secara
eksponensial. Perbedaan diantaranya adalah, μ merupakan
konstante
kecepatan pertumbuhan yang berlaku, yang digunakan untuk
memperkirakan kecepatan
pertumbuhan populasi dari masing-masing
aktivitas sel
individual dan dapat digunakan untuk mengetahui dinamika
pertumbuhan
secara teoritis, sedang k adalah nilai rata-rata populasi pada
periode waktu
terbatas, yang menggambarkan asumsi rata-rata
pertumbuhan
populasi.
Contoh
perhitungan k
Bilangan dasar
yang digunakan untuk kerapatan populasi sel adalah 10,
sehingga
persamaan (3) apabila dirubah menjadi bentuk logaritma
berdasarkan
bilangan 10 (log
10) dan k disubstitusi dengan μ , rumusnya menjadi:
k = log10 Xt –
X0
0,301 t
Contoh 1: X0 = 1000 = 103
, log10 dari 1000 = 3
Xt = 100.000 =
105
, log 10 dari 100.000 = 5
t = 4 jam
k = (5-3) /
(0,301 x 4) = 2/1,204 = 1,66 generasi / jam
waktu generasi
(t generasi) = 0,60 jam = 36 menit
Contoh 2: X0 = 1000 = 103
, log10 dari 1000 = 3 Xt = 100.000.000 = 108
, log 10 dari 100.000.000 = 8
t = 120 jam
k = (8-3) /
(0,301 x 120) = 5/36,12 = 0,138 generasi / jam
waktu generasi
(t generasi) = 7,2 jam = 430 menit
Pertumbuhan
Diauxic
Pertumbuhan
diauxic terjadi ketika bakteri dihadapkan pada dua sumber karbon yang berbeda
dan mampu menggunakan kedua sumber karbon tersebut. Misalnya E. coli ditumbuhkan
pada media yang mengandung glukosa dan laktosa (Gambar 4.7). E. coli memanfaatkan
glukosa, karena sel telah memiliki enzim pendegradasi glukosa (enzim
struktural). Glukosa sendiri menghambat sintesis enzim pemecah laktosa. Ketika
glukosa habis, sel masuk fase statis dan menyintesis enzim yang mampu
menghidrolisis laktosa menjadi glukosa dan galaktosa. Ketika glukosa tersedia
di media, sel memasuki fase perbanyakan kembali.
Rhizobium juga menunjukkan
pertumbuhan diauxic ketika pada media diintroduksi 2 sumber karbon, yaitu
suksinat dan glukosa. Rhizobium memanfaatkan suksinat dulu, kemudian
glukosa. Mengapa Rhizobium lebih memanfaatkan suksinat bukan glukosa?
Hal ini karena Rhizobium merupakan bakteri simbion. Secara alami bakteri
simbion biasanya memerlukan triosa atau tetrosa yang dihasilkan dari siklus
asam sitrat (Krebs) yang dihasilkan oleh inangnya daripada heksosa.
a. Biakan
Sistem Terbuka (Continuous culture) dalam Khemostat
Di
dalam sistem ini, sel dapat dipertahankan terus menerus pada fase pertumbuhan
eksponensial atau fase pertumbuhan logaritma.
Continuous culture mempunyai ciri ukuran populasi dan kecepatan
pertumbuhan dapat diatur pada nilai konstan menggunakan khemostat. Untuk
mengatur proses di dalam khemostat, diatur kecepatan aliran medium dan kadar
substrat (nutrien pembatas). Sebagai nutrien pembatas dapat menggunakan sumber
C (karbon), sumber N atau faktor tumbuh.
Pada
sistem ini , ada aliran keluar untuk mempertahankan volume biakan dalam
khemostat sehingga tetap konstan (misal V ml). Jika aliran masuk ke dalam
tabung biakan adalah W ml/jam, maka kecepatan pengenceran kultur adalah D = W/V
per jam. D disebut sebagai kecepatan pengenceran (dilution rate). Populasi sel dalam
tabung biakan dipengaruhi oleh peningkatan populasi sebagai hasil pertumbuhan
dan pengenceran kadar sel sebagai akibat penambahan medium baru dan pelimpahan
aliran keluar tabung biakan. Kecepatan pertumbuhannya dirumuskan sebagai
berikut:
dX/dt
= μ X – DX = (μ - D) X.
Pada
keadaan mantap (steady state), maka μ = D, sehingga dX/dt = 0.
Dengan sistem ini sel
seolah-olah dibuat dalam keadaan setengah kelaparan, dengan nutreian pembatas.
Kadar nutrien yang rendah menyebabkan kecepatan pertumbuhan berbanding lurus
dengan kadar nutrien atau substrat tersebut, sehingga kecepatan pertumbuhan
adalah sebagai fungsi konsentrasi nutrien, dengan persamaan:
μ = μmax S / (Ks + S)
μmax: kecepatan
pertumbuhan pada keadaan nutrien berlebihan
S : konstante nutrien
Ks : konstante pada konsentrasi nutrien saat μ
= ½ μmax
1. Cara
menghitung pertumbuhan mikroba
Pertumbuhan
pada mikroba,contohnya bakteri didefinisikan dengan pertambahan berat sel.
Karena berat sel relatif sama, maka pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai
pertambahan jumlah sel. Terdapat berbagai metode dalam mengukur pertumbuhan sel
bakteri. Perhitungan sel bakteri terdiri atas 2 cara, yaitu perhitungan
langsung dan tidak langsung. Perhitungan langsung meliputi metode turbidimetri,
total count, dan berat kering.
Perhitungan tidak langsung yaitu viable
count.
a)
Metode Turbidimetri
Secara rutin jumlah sel bakteri dapat
dihitung dengan cara mengetahui kekeruhan (turbiditas) kultur. Semakin keruh
suatu kultur, semakin banyak jumlah selnya. Prinsip dasar metode turbidimetri
adalah, jika cahaya mengenai sel, maka sebagian cahaya diserap dan sebagian
cahaya diteruskan. Jumlah cahaya yang diserap proposional (berbanding lurus)
dengan jumlah sel bakteri. Atau jumlah cahaya yang diteruskan berbanding
terbalik dengan jumlah sel bakteri. Semakin banyak jumlah sel, semakin sedikit
cahaya yang diteruskan.
Lebar wadah atau kuvet. Jika dikali
log10, maka log I/I0 = -xl. Karena log I/I0
= OD=absorbansi cahaya, maka diperoleh persamaan OD=A= xl. Metode ini mempunyai kelemahan,
yaitu tidak dapat membedakan antara sel mati dan sel hidup.
a)
Metode Total Count
Total
count memerlukan mikroskop dan wadah yang
diketahui volumenya. Jika setetes kultur dimasukkan ke dalam wadah (misalnya
hemasitometer) yang telah diketahui volumenya, maka jumlah sel dapat dihitung
(Gambar 4.4). Akan tetapi, cara ini memiliki keterbatasan, yaitu tidak dapat
membedakan sel hidup dan mati dan tidak dapat digunakanpada jumlah sel yang
sangat sedikit (kurang dari 106 sel/ml).
Metode yang lebih memuaskan dalam
mengukur jumlah sel adalah Elektronic Total Count. Jika medan listrik mengenai
sel hidup, maka timbul kejutan listrik. Akan tetapi, jika medan listrik
mengenai sel mati, maka tidak timbul kejutan listrik. Semakin banyak kejutan
listrik, semakin banyak pula jumlah sel yang hidup.
a)
Metode Berat Kering
Cara yang paling cepat mengukur jumlah
sel adalah metode berat kering. Metode ini relatif mudah dilakukan, yaitu
kultur disaring atau disentrifugasi, kemudian bagian yang tersaring atau yang
mengendap hasil sentrifugasi dikeringkan. Pada metode ini juga tidak dapat
membedakan sel yang hidup dan yang mati. Akan tetapi, keterbatasan itu tidak
menutup manfaat metode ini dalam hal mengukur efisiensi fermentasi, karena
pertumbuhan diukur dengan satuan berat, sehingga dapat diperhitungkan dengan
parameter konsumsi substrat dan produksi senyawa yang diinginkan.
b) Metode Viable
Count
Metode viable count sering disebut dengan metode total plate count. Kultur diencerkan sampai batas yang diinginkan.
Kultur encer ditumbuhkan kembali pada media, sehingga diharapkan setiap sel
tumbuh menjadi 1 koloni beberapa saat berikutnya biasanya 12-4 jam (Gambar
4.5). Akan tetapi, cara ini memiliki keterbatasan, yaitu jumlah sel terhitung
biasanya lebih kecil dari sebenarnya
(kemungkinan besar 1 koloni dapat
berasal dari lebih dari 2 sel) dan tidakdapat diaplikasikan pada bakteri yang
tumbuh lambat.
Pada metode ini yang perlu
diperhatikan adalah jumlah sel bakteri harus mendekati kelipatan 10 pada setiap
pengencerannya. Jika tidak, maka perhitungan dianggap gagal. Misalnya cawan
yang dapat dihitung jumlah selnya adalah yang mempunyai jumlah sel sekitar 2-4
untuk sampel pengenceran (10-x), 20-40 untuk sampel pengenceran (10-(x+1)),
dan 200-400 untuk sampel pengenceran (10-(x+2)).
terima kasih atas infonya ...
BalasHapushttp://fkh.ipb.ac.id