Jumat, 01 Juni 2012

TEKNIK SAMPLING


TEKNIK SAMPLING

A. Pengertian Teknik Sampling
Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sample, teknik ini diperlukan agar sample dapat merepresentasikan atau mewakili populasi, sehingga memperkecil bias (perbedaan) yang diperoleh sample yang diambil dari populasi. Secara umum, sampel yang baik adalah yang dapat mewakili sebanyak mungkin karakteristik populasi. Dalam bahasa pengukuran, artinya sampel harus valid, yaitu bisa mengukur sesuatu yang seharusnya diukur. Kalau yang ingin diukur adalah masyarakat Sunda sedangkan yang dijadikan sampel adalah hanya orang Banten saja, maka sampel tersebut tidak valid, karena tidak mengukur sesuatu yang seharusnya diukur (orang Sunda). Sampel yang valid ditentukan oleh dua pertimbangan, yang pertama adalah akurasi atau ketepatan , yaitu tingkat ketidakadaan “bias” (kekeliruan) dalam sample. Dengan kata lain makin sedikit tingkat kekeliruan yang ada dalam sampel, makin akurat sampel tersebut. Tolok ukur adanya “bias” atau kekeliruan  adalah populasi. 
Cooper dan Emory (1995) menyebutkan bahwa “there is no systematic variance” yang maksudnya adalah tidak ada keragaman pengukuran yang disebabkan karena pengaruh yang diketahui atau tidak diketahui, yang menyebabkan skor cenderung mengarah pada satu titik tertentu. Sebagai contoh, jika ingin mengetahui rata-rata luas tanah suatu perumahan, lalu yang dijadikan sampel adalah rumah yang terletak di setiap sudut jalan, maka hasil atau skor yang diperoleh akan bias. Kekeliruan semacam ini bisa terjadi pada sampel yang diambil secara sistematis
Kedua adalah  presisi. Kriteria kedua sampel yang baik adalah memiliki tingkat presisi estimasi. Presisi mengacu pada persoalan sedekat mana estimasi kita  dengan karakteristik populasi. Contoh : Dari 300 pegawai produksi, diambil sampel 50 orang. Setelah diukur ternyata rata-rata perhari, setiap orang menghasilkan 50 potong produk “X”. Namun berdasarkan laporan harian, pegawai bisa menghasilkan produk “X” per harinya rata-rata 58 unit. Artinya di antara laporan harian yang dihitung berdasarkan populasi dengan hasil penelitian yang dihasilkan dari sampel, terdapat perbedaan 8 unit. Makin kecil tingkat perbedaan di antara rata-rata populasi dengan rata-rata sampel, maka makin tinggi tingkat presisi sampel tersebut.
    Belum pernah ada sampel yang bisa mewakili karakteristik populasi sepenuhnya. Oleh karena itu dalam setiap penarikan sampel senantiasa melekat keasalahan-kesalahan, yang dikenal dengan nama “sampling error” Presisi diukur oleh simpangan baku (standard error). Makin kecil perbedaan di antara simpangan baku yang diperoleh dari sampel (S) dengan simpangan baku dari populasi (, makin tinggi pula tingkat presisinya. Walau tidak selamanya, tingkat presisi mungkin  bisa meningkat dengan cara menambahkan jumlah sampel, karena kesalahan mungkin bisa berkurang kalau jumlah sampelnya ditambah ( Kerlinger, 1973 ). Dengan contoh di atas tadi, mungkin saja perbedaan rata-rata di antara populasi dengan sampel bisa lebih sedikit, jika sampel yang ditariknya ditambah. Katakanlah dari 50 menjadi 75.

B. Teknik  Sampling dengan Plot (quadrat sampling technique)
Teknik sampling ini merupakan teknik survey vegetasi yang paling sering digunakan dalam semua tipe komunitas tumbuhan. Petak contoh dapat berupa petak tunggal atau ganda. Bentuk petak tergantung pada bentuk morfologi vegetasi dan efisiensi sampling pola penyebaran. Sedangkan ukuran petak disesuaikan dengan bentuk morfologi jenis dan distribusi vegetasi secara vertical.
Teknik plot adalah melakukan pengamatan dengan membentuk kuadrat dimana panjang dan lebarnya sama. Namun dapat juga berbentuk empat persegi panjang atau lingkaran dengan radius tertentu. Hal ini tergantung pada kondisi vegetasi yang akan diamati. Untuk setiap plot yang dibuat di tempat pengamatan, dilakukan penghitungan terhadap variabel-variabel kerapatan, kerimbunan dan frekuensi.  Plot-plot pengamatan ini dapat di tempatkan pada satu jalur tertentu yang sudah dibuat sebelumnya. Jalur-jalur ini biasa dalam ekologi disebut dengan nama “transect”. Posisi setiap plot pada transect dapat ditentukan secara acak (random) atau dapat pula secara sistimatik, yaitu setiap jarak tertentu. Disamping itu ada pula orang yang mengkombinasikan beberapa cara misalnya ada yang meletakkan plot-plot tersebut secara sistematik tetapi selang-seling di sebelah kiri dan sebelah kanan dari transek tersebut.

Beberapa metode dalam teknik sampling ini adalah :
1. METODE SPECIES AREA CURVE (MINIMAL AREA
Metode ini digunakan untuk menentukan luas petak contoh terkecil (minimal area) yang dianggap mewakili keadaan habitat dari suatu tipe komunitas atau tegakan . ukuran petak contoh (plot) yang akan dibuat harus mewakili keadaan vegetasi areal yang akan diteliti. Minimal area (luas minimum) adalah luas terkecil yang dapat mewakili karakteristik komunitas tumbuhan atau vegetasi secara keseluruhan.

a. Memilih suatu areal semak belukar yang akan dicari minimal area plot pengamatan
b. Meletakkan plot ukuran 0,5x0,5 m, menginventarisasi semua jenis yang berada dalam plot.
c. Memperluas plot 2x ukuran semula dan mencatat pertambahan jenis baru yang hadir pada penambahan ukuran plot ini.
d. Melakukan berulang kali sampai tidak ditemukan lagi penambahan jenis baru atau penambahan jenis baru ≤10 % total jenis.

2. METODE KUADRAT 
Metode kuadrat, bentuk percontoh atau sampel dapat berupa segi empat atau lingkaran yang menggambarkan luas area tertentu. Luasnya bisa bervariasi sesuai dengan bentuk vegetasi atau ditentukan dahulu luas minimumnya. Untuk analisis yang menggunakan metode ini dilakukan perhitungan terhadap variabel-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi (Surasana, 1990). 
Kelimpahan setiap spesies individu atau jenis struktur biasanya dinyatakan sebagai suatu persen jumlah total spesises yang ada dalam komunitas, dan dengan demikian merupakan pengukuran yang relatife. Secara bersama-sama, kelimpahan dan frekuensi adalah sangat penting dalam menentukan struktur komunitas (Michael, 1995).

Metode kuadrat juga ada beberapa jenis:
a. Liat quadrat
Spesies di luar petak sampel dicatat.
b. Count/list count quadrat
Metode ini dikerjakan dengan menghitung jumlah spesies yang ada beberapa batang dari masing-masing spesies di dalam petak. Jadi merupakan suatu daftar spesies yang ada di daerah yang diselidiki.
c. Cover quadrat (basal area kuadrat)
Penutupan relatif dicatat, jadi persentase tanah yag tertutup vegetasi. Metode ini digunakan untuk memperkirakan berapa area (penutupan relatif) yang diperlukan tiap-tiap spesies dan berapa total basal dari vegetasi di suatu daerah. Total basal dari vegetasi merupakan penjumlahan basal area dari beberapa jenis tanaman. Cara umum untuk mengetahui basal area pohon dapat dengan mengukur diameter pohon pada tinggi 1,375 meter (setinggi dada).
d. Chart quadrat
Penggambaran letak/bentuk tumbuhan disebut Pantograf. Metode ini ter-utama berguna dalam mereproduksi secara tepat tepi-tepi vegetasi dan menentukan letak tiap-tiap spesies yang vegetasinya tidak begitu rapat. Alat yang digunakan pantograf dan planimeter. Pantograf diperlengkapi dengan lengan pantograf. Planimeter merupakan alat yang dipakai dalam pantograf yaitu alat otomatis mencatat ukuran suatu luas bila batas-batasnya diikuti dengan jarumnya. 
Cara kuadran ini memiliki keunggulan yaitu terlanjur lebih mudah dan sedehana. Cara pengambilan datanya yaitu sebagai berikut :
1. Cara kuadran point
• Buat garis kompas
• Tentukan titik pengamatan (plat)
• Buat garis silang yang tegak lurus sehingga terbagi empat kuadran (daerah)
• Pilih satu pohon yang terldekat dari titik pengamatan untuk masing-masing kuadran sesuai dengan criteria (pohon,poles/tiang,sapling)
• Ukur diameternya
• Ukur jaraknnya terhadap titik pengamatan
Keragaman spesies dapat diambil untuk menanadai jumlah spesies dalam suatu daerah tertentu atau sebagai jumlah spesies diantara jumlah total individu dari seluruh spesies yang ada. Hubungan ini dapaat dinyatakan secara numeric sebagai indeks keragaman atau indeks nilai penting. Jumlah spesies dalam suatu komunitas adalah penting dari segi ekologi karena keragaman spesies tampaknya bertambah bila komunitas menjadi makin stabil (Michael, 1995).
Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kuarter (Rugayah et al., 2005). Sebanyak 100 petak ukur dibuat secara berurutan dalam satu baris dengan jarak antar petak ukur sepanjang 10 m. Petak-petak ukur dibuat memotong garis kontur agar perubahan komposisi jenis tumbuhan dapat teramati (Shukla dan Chandel, 1996).

C. Teknik Sampling tanpa Plot (Plotless sampling technique)
Cara ini sering pula disebut dengan nama “distance plotlass methods”. Dinamakan demikian karena dengan metode ini  kita tidak usah membuat petak-petak pengamatan dan data utama yang diamati adalah jarak antara satu individu tumbuhan dengan individu lainnya. 
Teknik sampling ini digunakan untuk mengatasi kesulitan praktisi dalam pembuatan kuadrat di lapangan. Pada dasarnya teknik ini memanfaatkan pengukuran jarak antar individu tumbuhan atau jarak dari pohon yang dipilih secara acak terhadap individu terdekat dengan asumsi individu tumbuhan tersebut tersebar secara acak.
Metode tanpa petak ini dapat dibagi menjadi :
1. Metode Point Intercept
Metode ini khusus untuk dipakai pada lapisan tumbuhan bawah atau herba yang sangat rapat. Sehingga dengan metode kuadrat akan kesulitan untuk menghitung jumlah individu, dan kalau itu dikerjakan akan memakan waktu lama sekali. Dalam pelaksanaannya metode ini dapat memakai point frequnci frame dan point quadrat. Point yang pertama adalah  Point-frekuensi  Frame berupa bentuk kayu atau bahan lain dengan panjang 1 meter dan diberi lobang 10 dengan interval jarak sama, dan kemudian ada dua tiang sehingga dapat berdiri tegak kalau dipakai untuk ploting di lapangan.
Dengan bantuan kawat yang dimasukan melalui lobang tersebut kearah bawah, maka pada suatu ketika akan menyentuh tumbuhan yang ada. Dalam hal ini kita hanya mencatat tumbuhan yang pertama tersentuh saja, sedangkan tumbuhan yang dibawahnya kalau ada tidak termasuk hitungan. Point yang kedua adalah point quadrat. Pada dasarnya point quadrat adalah sama dengan point freukensy frame. Point kuadrat jauh lebih akurat dari pada memakai point freukency frame.
2. Metode Line Intercept
Metode ini cocok untuk menentukan cover dan frekuensi lapisan semak perdu. Pada prinsipnya dari bentuk transek diganti menjadi bentuk garis. Kemudian semua proyeksi tajuk daun yang terpegat oleh garis diukur panjangnya. Kalau panjang garis yang dipakai 100 m, maka dapat ditentukan cover suatu jenis per 100 m. jadi dengan memakai metode point intercept dan line intercept akan didapatkan dua parameter saja, yaitu cover dan frekuensi. Densitas sama sekali tidak dapat ditentukan dengan metode tersebut.
3. Metode Point-Centered Quartered
Metode ini paling cocok dipakai untuk vegetasi yang mempunyai penyebaran pohon regular secara relative. Banyak peneliti menggunakan metode ini untuk analisis vegetasi hutan karena mempunyai kelebihan antara lain : praktis, hemat tenaga dan waktu.
Garis transek utama diletakkan dari tepi area kajian menuju ke tengah atau kearah perubahan gradien lingkungan terpilih. Kemudian garis sub-transek dibuat tegak lurus dengan transek dengan interval jarak yang sama atau sekehendak. Selanjutnya pada setiap sub-transek diletakkan titik sampel yang disusun acak atau sistematik untuk penempatan 4 quarter atau kuadran pada setiap titik sampel. Pada tiap quarter diukur jarak pohon dewasa terdekat dengan titik sampel, serta diameter batang setinggi dada.
4. Metode Jarak (Distance Method)
Dengan metode ini dapat menentukan tiga parameter sekaligus yaitu frekuensi, densitas dan cover dominasi. Jumlah individu dalam suatu area dapat ditentukan dengan mengukur jarak antara individu atau jarak antara titik sampling dengan individu tumbuhan. Penentuan densitas dengan pengukuran jarak ini kemudian dikenal sebagai metode jarak.

D. Langkah Penentuan Letak Sampel
Dalam suatu sampling kita akan mengamati suatu dengan luas tertentu yang disebut sebagai petak contoh ( sampling plot). Sampling yang sesuai sangat diperlukan agar memperoleh gambaran yang mendekati kebenaran mengenai sifat-sifat populasi vegetasinya dengan sejumlah petak contoh yang relatif sedikit yang dapat mewakili dari keadaan seluruh vegetasi yang diamati. Karena keadaan vegetasi sangat beragam, maka sulit dibuat suatu metode yang dapat digunakan untuk setiap populasi vegetasi namun berdasarkan pengalaman dapat disusun metode yang agak bersifat umum dengan beberapa variasinya.

1. Distribusi petak contoh
Jika komposisi suatu vegetasi benar-benar merata, maka cukup mengambil satu petak contoh dengan luas tertentu yang dapat mewakili seluruh populasi vegetasi. Keadaan yang demikian hanpir tidak pernag ada, baik mengenai topografinya maupin sifat-sifat tanah dan lingkungannya, yang semua itu tercerminkan pada populasi vegetasinya yang sangat berbeda-beda
Dalam hal yang demikian ini, maka petak contoh harus diletakkan pada semua bagian area yang akan diamati. Distribusi petak contoh disesuaikan dengan sifat masing-masing vegetasi dan faktor-faktor lainnya, distribusi akan meliputi berbagai cara, yakni cara subyektif, sampling acak tidak langsung, cara berurutan dan sampling bertingkat.
a. Cara Subyektif
Sampling yang paling sederhana adalah dengan cara memilih sejumlah petak contoh yang menurut pengamatan dapat mewakili populasi seluruh area. Cara lain yang kadang-kadang dianggap cukup teruji ialah dengan melempar alat petak contoh untuk menentukan letak petak. 
b. Sampling Acak tidak Langsung
Cara ini adalah yang paling sederhana dan memenuhi syarat statistika (valid). Seluruh area dibagi-bagi dalam jarak yang sama sebagai letak contoh, letaknya dipilih secara acak. Yang paling mudah, pada petak kasar yang dibuat diletakkan kaki-kaki sumbu salib pada tepinya. Kemudian secara berpasangan nilai koordinat pada sunbu X dan Y dipilih dengan undian atau dengan daftar nilai acak pada buku-buku statistik.
c. Sampling Beraturan
Karena alasan-alasan tersebut diatas, maka meletakkan petak contoh secara beraturan dengan jarak sama dalam seluruh area adalah kemungkinan yang paling memuaskan. Dalam kenyataan sampling beraturan memberikan hasil yang lebih mendekati kebenaran dibandingkan sampling acak.
d. Sampling Bertingkat
Sampling bertingkat ini diperlukan bila vegetasi terdiri atas beberapa blok atau stratum yang berbeda-beda fisionominya. Dalam keadaan yang demikian, area dibagi-bagi dalam stratum yang mempunyai fisionomi sama dan pada setiap stratum dilakukan sampling acak.
Misalkan suatu area mempunyai tiga strata A,B dan C. setelah dibuat batasnya maka dilakukan sampling acak pada A,B dan C. cara sampling bertingkat dimaksud untuk memperoleh nilai variabilitas pada petak contoh dalam stratum yang lebih kecil daripada nilai variabilitas antar stratum sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. http://id.wordpress.com/tag/vegetasi/ ( diakses tanggal 6 Mei 2011)
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. PT. Bumi Aksara : Jakarta.
Rahardjanto, Abdulkadir. 2001. Ekologi Umum. Umm Press: Malang.
Michael, P. 1995. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium. Jakarta: UI Press.
Syafei, Eden Surasana. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. ITB: Bandung.
Syamsurizal. 2000. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Padang: FMIPA UNP
Tim Ekologi Tumbuhan. 2011. Penuntun Praktikum Ekologi Tumbuhan. Padang: FMIPA UNP
Tinny D. Kaunang dan Joi Daniel Kimbal. 2009. Komposisi dan Struktur Vegetasi Hutan Mangrove di Taman Nasional Bunaken Sulawesi utara vol. 17 (jurnal)


PB09

ANALISIS VEGETASI


ANALISIS VEGETASI

Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis (Marsono, 1977).

Vegetasi, tanah dan iklim berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat mempunyai keseimbangan yang spesifik. Vegetasi di suatu tempat akan berbeda dengan vegetasi di tempat 1ain karena berbeda pula faktor lingkungannya. Vegetasi hutan merupakan sesuatu sistem yang dinamis, selalu berkembang sesuai dengan keadaan habitatnya. 

Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan atau komposisi vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari masyarakat tumbuh-tumbuhan. Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk. Untuk keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter dan tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penvusun hutan tersebut. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan.

Berdasarkan tujuan pendugaan kuantitatif komunitas vegetasi dikelompokkan kedalam 3 kategori yaitu (1) pendugaan komposisi vegetasi dalam suatu areal dengan batas-batas jenis dan membandingkan dengan areal lain atau areal yang sama namun waktu pengamatan berbeda; (2) menduga tentang keragaman jenis dalam suatu areal; dan (3) melakukan korelasi antara perbedaan vegetasi dengan faktor lingkungan tertentu atau beberapa faktor lingkungan (Greig-Smith, 1983).
Ada dua fase dalam kajian vegetasi ini, yaitu mendiskripsikan dan menganalisa, yang masing-masing menghasilkan berbagi konsep pendekatan yang berlainan. Metode manapun yang dipilih yang penting adalah harus disesuaikan dengan tujuan  kajian, luas atau sempitnya yang ingin diungkapkan, keahlian dalam bidang botani dari pelaksana (dalam hal ini adalah pengetahuan dalam sistimatik), dan variasi vegetasi secara alami itu sendiri.

Jika berbicara mengenai vegetasi, kita tidak bisa terlepas dari komponen penyusun vegetasi itu sendiri dan komponen tersebutlah yang menjadi fokus dalam pengukuran vegetasi. Komponen tumbuh-tumbuhan penyusun suatu vegetasi umumnya terdiri dari :

1. Belukar (Shrub): Tumbuhan yang memiliki kayu yang cukup besar, dan memiliki tangkai yang terbagi menjadi banyak sub tangkai.
2.   Epifit (Epiphyte): Tumbuhan yang hidup dipermukaan tumbuhan lain (biasanya pohon dan palma). Epifit mungkin hidup sebagai parasit atau hemi-parasit. Tumbuhan epifit adalah tumbuhan yang menumpang pada tumbuhan lain sebagai tempat hidupnya. Namanya dibentuk dari bahasa Yunani: epi-, permukaan atau tutup, dan phyton, tumbuhan atau pohon. Berbeda dengan parasit, epifit dapat sepenuhnya mandiri, lepas dari tanah sebagai penyangga dan penyedia hara bagi kehidupannya, maupun dari hara yang disediakan tumbuhan lain. Air diperoleh dari hujan, embun, atau uap air. Hara mineral diperoleh dari debu atau hasil dekomposisi batang serta sisa-sisa bagian tumbuhan lain yang terurai. Meskipun tidak “mencuri” hara dari tumbuhan yang ditumpanginya, epifit dapat menjadi pesaing terhadap ketersediaan cahaya. Akar epifit kadang-kadang juga menutupi dan menembus batang pohon yang ditumpangi sehingga merusak keseimbangan fisiologi tumbuhan inangnya.
Contoh epifit yang populer adalah berbagai macam anggrek, dan nanas-nanasan (bromeliad).
3.  Paku-pakuan (Fern): Tumbuhan tanpa bunga atau tangkai, biasanya memiliki rhizoma seperti akar dan berkayu, dimana pada rhizoma tersebut keluar tangkai daun.
4. Palma (Palm): Tumbuhan yang tangkainya menyerupai kayu, lurus dan biasanya tinggi, tidak bercabang sampai daun pertama. Daun lebih panjang dari 1 meter dan biasanya terbagi dalam banyak anak daun.
5.  Pemanjat (Climber): Tumbuhan seperti kayu atau berumput yang tidak berdiri sendiri namun merambat atau memanjat untuk penyokongnya seperti kayu atau belukar. Tumbuhan pemanjat ini disebut juga dengan Liana. Suatu tumbuhan dikatakan liana apabila dalam pertumbuhannya memerlukan kaitan atau objek lain agar ia dapat bersaing mendapatkan cahaya matahari. Liana dapat pula dikatakan tumbuhan yang merambat, memanjat, atau menggantung. Berbeda dengan epifit yang mampu sepenuhnya tumbuh lepas dari tanah, akar liana berada di tanah atau paling tidak memerlukan tanah sebagai sumber haranya.
Tumbuhan memanjat ini paling banyak ditemukan di hutan-hutan tropika. Contohnya adalah jenis-jenis rotan, anggur, serta beberapa Cucurbitaceae (suku labu-labuan). Liana biasanya bukan parasit namun ia dapat melemahkan tumbuhan lain yang menjadi penyangganya dan berkompetisi terhadap cahaya.
Di hutan-hutan lebat yang dipenuhi liana, hewan-hewan arboreal (hidup di pohon) dapat dengan leluasa berpindah dari satu pohon ke pohon lain melalui liana atau dengan bergelantungan pada batang liana. Berbagai kera, seperti siamang dan owa, dikenal sebagai penjelajah pohon yang ulung melalui liana.
6. Terna (Herb): Tumbuhan yang merambat ditanah, namun tidak menyerupai rumput. Daunnya tidak panjang dan lurus, biasanya memiliki bunga yang menyolok, tingginya tidak lebih dari 2 meter dan memiliki tangkai lembut yang kadang-kadang keras. 
Terna adalah tumbuhan yang batangnya lunak karena tidak membentuk kayu. Tumbuhan semacam ini dapat merupakan tumbuhan semusim, tumbuhan dwimusim, ataupun tumbuhan tahunan. Yang dapat disebut terna umumnya adalah semua tumbuhan berpembuluh (tracheophyta). Biasanya sebutan ini hanya dikenakan bagi tumbuhan yang berukuran kecil (kurang dari dua meter) dan tidak dikenakan pada tumbuhan non-kayu yang merambat (digolongkan tumbuhan merambat).
Di daerah tropika banyak dijumpai terna yang tahunan, sementara di daerah beriklim sedang terna biasanya sangat bersifat musiman: bagian aerial (yang tumbuh di atas permukaan tanah) luruh dan mati pada musim yang kurang sesuai (biasanya musim dingin) dan tumbuh kembali pada musim yang sesuai.
7. Pohon (Tree) : Tumbuhan yang memiliki kayu besar, tinggi dan memiliki satu batang atau tangkai utama dengan ukuran diameter lebih dari 20 cm. 

Untuk tingkat pohon dapat dibagi lagi menurut tingkat permudaannya, yaitu :
a.  Semai (Seedling): Permudaan mulai dari kecambah sampai anakan kurang dari 1.5 m.
b. Pancang (Sapling): Permudaan dengan tinggi 1.5 m sampai anakan berdiameter kurang dari 10 cm.
c.  Tiang (Poles): Pohon muda berdiameter 10 cm sampai kurang dari 20 cm.

A. METODE ANALISIS VEGETASI 

Dalam ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu vegetasi yang sangat membantu dalam mendekripsikan suatu vegetasi sesuai dengan tujuannya. Dalam hal ini suatu metodologi sangat berkembang dengan pesat seiring dengan kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus diperhitungkan berbagai kendala yang ada.

1. Metode Destruktif (Pengukuran yang bersifat merusak)

Metode ini biasanya dilakukan untuk memahami jumlah materi organik yang dapat dihasilkan oleh suatu komunitas tumbuhan. Variable yang dipakai bisa diproduktivitas primer, maupun biomasa. Dengan demikian dalam pendekatan selalu harus dilakukan penuain atau berarti melakukan perusakan terhadap vegetasi tersebut.

Metode ini umumnya dilakukan untuk bentuk vegetasi yang sederhana, dengan ukuran luas pencuplikan antara satu meter persegi sampai lima meter persegi. Penimbangan bisa didasarkan pada berat segar materi hidup atau berat keringnya. Metode ini sangat membantu dalam menentukan kualitas suatu padang rumput dengan usaha pencairan lahan penggembalaan dan sekaligus menentukan kapasitas tampungnya. Pendekatan yang terbaik untuk metode ini adalah secara floristika, yaitu didasarkan pada pengetahuan taksonomi tumbuhan.

2. Metode non Destruktif (Pengukuran yang bersifat tidak merusak)

Metode ini dapat dilakukan dengan dua cara pendekatan, yaitu berdasarkan penelaahan organisme hidup/tumbuhan (tidak didasarkan pada taksonominya), dan pendekatan lainnya adalah didasarkan pada penelaahan organisme tumbuhan secara taksonomi atau pendekatan floristika.

a. Metode non-destruktif, non-floristika

Metode non-floristika telah dikembangkan oleh banyak pakar vegetasi. Seperti Du Rietz (1931), Raunkiaer (1934), dan Dansereau (1951), yang kemudian diekspresikan oleh Eiten (1968) dan Unesco (1973) dan serau membagi dunia tumbuhan berdasarkan berbagai hal, yaitu bentuk hidup, ukuran, fungsi daun, bentuk dan ukuran daun, tekstur daun, dan penutupan. Untuk setiap karakteristiknya di bagi-bagi lagi dalam sifat yang kebih rinci, yang pengungkapannya dinyatakan dalam bentuk simbol huruf dan gambar.

Bentuk Hidup Metode ini, klasifikasi bentuk vegetasi, biasanya dipergunakan dalam pembuatan peta vegetasi dengan skala kecil sampai sedang, dengan tujuan untuk menggambarkan penyebaran vegetasi berdasarkan penutupannya, dan juga masukan bagi disiplin ilmu yang lainnya.

Untuk memahami metode non-floristika ini sebaiknya kita kaji dasar-dasar pemikiran dari beberapa pakar tadi. Pada prinsipnya mereka berusaha mengungkapkan vegetasi berdasarkan bentuk hidupnya, jadi pembagian dunia tumbuhan secara taksonomi sama sekali diabaikan, mereka membuat klasifikasi tersendiri dengan dasar-dasar tertentu.

b. Metode non destruktif floristika

Metode ini dapat menentukan kekayaan floristika atau keanekaragaman dari berbagai bentuk vegetasi. Penelaahan dilakukan terhadap semua populasi spesies pembantuk masyarakat tumbuhan tersebut, jadi dalam hal ini pemahaman dari setiap jenis tumbuhan secara taksonomi adalah mutlak diperlukan. Dalam pelaksanaanya ditunjang dengan variabel-variabel yang diperlukan untuk menggambarkan baik struktur maupun komposisi vegetasi. 

B. LANGKAH KERJA ANALISIS VEGETASI

Secara umum langkah kerja Analisis Vegetasi untuk menguraikan komunitas tumbuhan dibagi atas 2 tahap, yaitu:

1. Analisis Karakter (Analytical Characters)

Analisis karakter terdiri atas:
a. Analisis kuantitatif, memberikan data komunitas yang berkenaan dengan jumlah dan ukuran komunitas. Pada analisis kuantitatif ada 3 parameter penting yang diukir dari satu komunitas:
1. Kekerapan (frekuensi), berkenaan dengan keseragaman/keteraturan sebaran dari suatu tumpukan dalam suatu komunitas. Kekerapan digambarkan dengan persentase kehadiran jenis tersebut dalam petak-petak contoh (plot). 


Frekuensi =  Jumlah petak contoh yang ditempati suatu jenis      
                    Jumlah semua petak yang dibuat

FR = Jumlah petak contoh yang ditempati suatu jenis   X 100%
Total frekuensi seluruh jenis

2. Kerapatan (densitas), merupakan jumlah individu suatu jenis yang terdapat dalam suatu area contoh. 

Densitas =  Jumlah individu suatu jenis   
                         Luas area sampel
 
Densitas Relatif =  Jumlah individu suatu jenis  X 100% 
                                Total densitas seluruh jenis

3. Dominansi, merupakan luas tutupan atau penguasaan suatu jenis tumbuhan terhadap bidang dasar pada suatu komunitas. Dominansi dapat diukur dengan:
a. Cover (kelindungan atau tutupan tajuk)
Dominansi = luas cover suatu jenis
                               Luas area sampel

b. Basal area, luas area dekat permukaan tanah yang dikuasai suatu jenis tumbuhan. 
Dominansi = luas basal area suatu jenis   X 100%
                   Total dominansi seluruh jenis

2. Sintesis Karakter
Sintesis karakter dipakai untuk membedakan antara bebagai komunitas. Namun diantara parameter itu bila dikombinasikan menampilkan corak yang lebih berguna untuk perumpunan. 

C. PARAMETER DALAM ANALISIS VEGETASI

a. Parameter Kuantitatif dalam Analisis Vegetasi

1. Kerapatan (Density)
Kerapatan menunjukkan jumlah individu suatu jenis tumbuhan pada tiap petak contoh. Jumlah individu yang dinyatakan dalam persatuan ruang disebut kerapatan (Odum 1975) yang umumya dinyatakan sebagai jumlah individu atau biosmasa populasi persatuan areal atau volume, misal 200 pohon per Ha

2. Dominasi (Tutupan)
Tutupan menyangkut luas tanah yang ditempati oleh bagian tumbuhan di atas tanah seperti yang tampak dari atas. Tutupan ditasir dari sejumlah contoh dan diberi batasan sebagai perbandingan bagian (biasanya dinyatkan sebagai persentase) tanah yang ditempati spesies yang ada. 

Mengingat sifat tumpang tindih dari bagian tumbuhan, persentase seluruh tutupan sering lebih dari 100% untuk menghindari kesalahan ini ada kalanya dipakai tutupan nisbi yaitu besarnya tutupan suatu spesies sebagai persentase darikeseluruhan luas semua spesies dan tanah gundul dalam suatu habitat tertentu. Dengan cara ini maka angka keseluruhannya tidak akan melebihi 100%.  

Dominansi dinyatakan dengan istilah kelindungan (coverage) atau luas basal atau biomassa atau volume.
a. Kelindungan adalah : proyeksi vertical dari tajuk (canopy) suatu jenis pada area yang diambil samplingnya,dinyatakan dalam persen luas secara penaksiran. Dapat dinyatakan berdasar penaksiran dengan kelas.
b. Luas basal 
Satuan ini iasa di gunakan untuk jenis jenis yang berkelompok atau membentuk rumpun dengan batas yang jelas.
c. Biomassa
Tumbuhan dipotong diatas tanah dan dikeringkan dalam pengering kemudian di timbang berat keringnya. Dengan mengukur tinggi masing masing jenis kita dapat mengetahui pula hubungan tinggi dan beratnya. Cara ini baik unuk memperbandingkan stadia pertumbuhan gulma.
d. Volume 
Dihitung dengan rata rata luas basal x  rata rata tinggi x jumlah suatu jenis      

3. Frekuensi (kekerapan)
Kekerapan menyangkut tingkat keseragaman terdapatnya individu suatu spesies di dalam suatu daerah. Kekerapan diukur dengan mencatat ada atau tidaknya suatu spesies dalam daerah contoh atau luas yang secara idealnya tersebar secara acak di seluruh daerah yang dikaji. 

Karenanya kekkerapan dikatakan sebagai persentase dari seluruh daerah contoh atau luas yang dipakai yang di dalmnya terdapat spesies tertentu. Misalnya suatu spesies ditemukan dlam 15 dari 30 contoh. Maka kekerapannya adalah 50 %.  (Ewusie, 1990: 73)

Raunkiser dalam shukla dan Chandel (1977) membagi fekuensi dalm lima kelas berdasarkan besarnya persentase,yaitu:

• Kelas A dalam Frekuensi 01 –20 %
• Kelas B dalam frekuensi 21-40 %
• Kelas C dalm frekuensi 41-60%
• Kelas D dalam frekuensi 61-80 %
• Kelas E dalam frekuensi 81-100%

4. Indek Nilai Penting (importance value Indeks)
Merupakan jumlah nilai nisbi kedua atau ketiga parameter diatas.

b. Parameter Kualitatif dalam Analisis Komunitas Tumbuhan 
1. Fisiognomi 
Fisiognomi dalah penampakan luar dari suatu komunitas tumbuhan yang dapat di deskripsikan berdasarkan penampakan spesies tumbuhan dominan, penampakan tinggi tumbuhan, dan warna dari tumbuhan yang tampak dari mata.
2. Fenologi
Fenologi adalah perwujudan pross pada setiap fase dalam siklus hidupnya.
3. Periodisitas
Periodisitas adalah kejadian musiman dan berbagai proses dalam kehidupan tumbuhan.
4. Stratifikasi
Distribusi tumbuhan dalam ruangan vertical. Semua spesies tetumbuhan dalam komunitas tidak sama ukuran nya,serta secara vertical tidak menempati ruangan yang sama.
5. Kelimpahan
Parameter kualitatif yang mencerminkan distribusi relative spesies organisme dalam komunitas. Kelimpahan pada umumnya berhubungan dengan densitas berdasarkan penaksiran kualitatif. Menurut penaksiran kualitatif kelimpahan dikelompokkan menjadi 5,yaitu :
a. Sangat jarang
b. Kadang-kadang/jarang
c. Sering /tidak banyak
d. Banyak /berlimpah-limpah
e. Sangat banyak/sangat berlimpah 
6. Penyebaran adalah parameter kualitatif yang menggambarkan keberadaan spesies organism pada ruang secara horizontal. Penyebaran tersebut dapat dikelompokkan menjadi 3 anatara lain: Random, seragam dan berkelompok.
7. Daya hidup atau vitalitas, tingkat keberhasilan tumbuhan untuk hidup dan tumbuh normal, serta kemampuan untuk bereproduksi
8. Bentuk pertumbuhan, penggolongan tumbuhan menurut bentuk pertumbuhannya, habitat atau menurut karakteristik lainya. (Indriyanto.2006:139-142)



KEPUSTAKAAN

Abiezasite. 2011. http://abiezasite.blogspot.com/2011/01/bismillah-laporan.html
Boymarpaung. 2009. http://boymarpaung.wordpress.com/2009/04/20/apa-dan-bagaimana-mempelajari-analisa-vegetasi/
Ewusie, Yanney. 1990. Ekologi Tropika. Bandung: ITB
Gapala. 2009. http://www.gapala-smadah.co.cc/2009/01/analisa-vegetasi.html
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta: Bumi Aksara
Iqbalali. 2008. http://iqbalali.com/2008/02/25/70/
Odum, Eugene. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Yogyakarta: UGM Press
Syamsurizal. 1999. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Padang: FMIPA UNP
Zaif. 2009. http://zaifbio.wordpress.com/2009/01/30/deskripsi-dan-analisis-vegetasi-floristika-dan-non-floristika/


PB09

Tumbuhan dalam Kompleksitas Lingkungan


Tumbuhan dalam Kompleksitas Lingkungan

A. Hukum minimun 
Tahun 1940 Justus Lieberg menulis tentang hasil panen bergantung pada zat makanan atau nutrien tanah yang paling terbatas jumlahnya. Kemudian masalah ini diperluas sehingga definisinya menjadi pertumbuhan atau distribusi spesies bergantung pada satu factor lingkunga yang paling penting dalam kebutuhannya.
Validitas hukum tersebut telah diperlihatkan dibanyak tempat diseluruh dunia antara lain:
1. Pertumbuhan jelek Tripolium di Australia, jelas sebagai hasil kondisi tanah yang kurang/ defisiensi dalam mikro nutrein,Cu,Zn atau Mo dengan penambahan Cu sulfat dan Zn sulfat yang hanya 6,8 kg per hektar setiap 4-10 tahun ternyata dapat menaikkan pertumbuhan vegetasi daerah tersebut sebesar 300 %.
2. Pemberian sedikit sodium molybdat (1400 gr) perhektar setia 5-10 tahun dapat menaikkan hasil padang rumput 6-7 kali
3. Di Inggris golongan Colcilah tertentu akan mati jika pH turun dibawah 5
4. Di California kelimpahan semak Chapparal menyusut bila tanah berubah menjadi serpentine (kalsium sangat rendah). (Burnie, David. 2005)

Untuk dapat bertahan hidup di dalam keadaan tertentu , suatu organisme harus memiliki bahan-bahan yang penting yang diperlakukan untuk pertumbuhan dan berkembang biak. Keperluan-keperluan dasar ini bervariasi antara jenis dan dengan keadaan. Di bawah keadaan-keadaan mantap bahan yang penting yang tersedia dalam jumlah paling dekat mendekati minimum yang genting yang diperlukan cenderung merupakan pembatas. Hukum minimum ini kurang dapat diterapkan di bawah “keadaan sementara” apabila jumlah, dan karenanya pengaruhnya dari banyak bahan sangat cepat berubah.
Gagasan bahwa sesuatu organisme tidak lebih kuat daripada rangkaian terlemah dari rantai kebutuhan ekologinya pertama kali dinyatakan oleh Justus Liebig dalam tahun 1840. Liebig merupakan perintis dalam pengkajian pengaruh berbagai faktor terhadap pertumbuhan tumbuh-tumbuhan. Dia menemukan bahwa hasil tanaman seringkali dibatasi tidak oleh hara yang diperlukan dalam jumlah banyak, seperti karbondioksida dan air, karena mereka ini seringkali berlimpah-limpah dalam lingkungan, tetapi oleh beberapa bahan mentah seperti boron, misalnya diperlukan dalam jumlah sedikit tetapi sangat langka dalam tanah. Pernyataanya bahwa “pertumbuhan sesuatu tanaman tergantung pada jumlah bahan makanan yang disediakan baginya dalam jumlah minimum”, inilah dikenal dengan hukum minimum Liebig. Jadi hokum minimum ini hanya merupakan satu aspek dari konsep faktor-faktor yang membatasi yang pada gilirannya hanya merupakan satu aspek pengendali lingkungan dari organisme. (Odum, Eugene P. 1996 ).

Faktor-faktor lingkungan sebagai faktor pembatas ternyata tidak saja berperan sebagai faktor pembatas minimum, tetapi terdapat pula faktor pembatas maksimum. Bagi tumbuhan tertentu misalnya faktor lingkungan seperti suhu udara atau kadar garam (salinitas) yang terlalu rendah/sedikit atau terlalu tinggi/banyak dapat mempengaruhi berbagai proses fisiologinya. Faktor-faktor lingkungan tersebut dinyatakan penting jika dalam keadaan minimum, maksimum atau optimum sangat berpengaruh terhadap proses kehidupan tumbuh-tumbuhan menurut batas-batas toleransi tumbuhannya. 
Dasar-dasar utama yang harus ditambahkan pada konsep ini adalah sebagai berikut : Pertama, hukum minimum liebig dapat dipakai dalam keadaan yang konstan atau tetap yaitu bila pemasukan dan pengeluaran tenaga berada dalam keadaan seimbang misalnya CO2 adalah merupakan faktor pembatas utama dalam danau, karena itu produktivitas seimbang dengan kecepatan penyediaan CO2 an berasal dari proses pembusukan bahan-bahan organik penyediaan cahaya, nitrogen, fosfor dan unsure-unsur utama lainnya. Kedua, adanya faktor interaksi. Beberapa tumbuh-tumbuhan memperlihatkan keperluan Zn yang rendah didalam tanah akan berkurang peranannya sebagai faktor pembatas terhadap tumbuhan yang berada di bawah naungan dibandingkan yang berada pada intensitas cahaya penuh dengan kondisi lain yang sama.
Kemudian masalah ini diperluas sehingga defenisinya menjadi pertumbuhan atau distribusi spesies bergantung pada satu faktor lingkungan yang paling penting dalam kebutuhanya.
Ada dua pembatas hukum minimun
1. Organisme mempunyai toleransi terhadap setiap faktor pembatas
2. Kebanyakan faktor bekerja secara bersama/sinergis


B. Hukum toleransi 
Kehadiran dan keberhasilan suatu organisme bergantung kepada lengkapnya kompleks-kompeks keadaan. Keadaan atau kegagalan suatu organisme dapat dikendalikan oleh kekurangan atau kelebihan secara kualitatif atau kuantitatif dari salah satu dari beberapa faktor yang mungkin mendekati batas-batas toleransi organism tersebut.
Organisme-organisme maksimum dan minimum ekologi dengan kisaran diantaranya yang merupakan batas-batas toleransi. Konsep pengaruh yang membatasi dari keadaan maksimum dan minimum yang digambarkan dalam hokum toleransi.
"Hukum toleransi Shelford". Shelford menyebutkan bahwa tumbuhan dapat mempunyai kisaran toleransi terhadap faktor-faktor lingkungan yang sempit (steno) untuk satu faktor lingkungan dan luas (eury) untuk faktor lingkungan yang lain. Suatu jenis tumbuhan yang mempunyai toleransi yang luas sebagai faktor pembatas cenderung mempunyai sebaran jenis yang luas. Masa reproduksi merupakan masa yang kritis untuk tumbuhan jika faktor lingkungan dan habitatnya dalam keadaan minimum. 
Dalam ekologi pernyataan taraf relatif terhadap faktor-faktor lingkungan dinyatakan dengan awalan steno (sempit) atau eury (luas) pada kata yang menjadi faktor lingkungan tersebut. Misalnya toleransi yang sempit terhadap suhu udara disebut stenotermal atau toleransi yang luas terhadap kadar pH tanah, disebut euryionik. 
Pengaruh faktor-faktor lingkungan dan kisarannya untuk suatu tumbuh-tumbuhan berbeda-beda, karena satu jenis tumbuhan mempunyai kisaran toleransi yang berbeda-beda menurut habitat dan waktu yang berlainan. Tetapi pada dasarnya secara alami kehidupannya dibatasi oleh: jumlah dan variabilitas unsur-unsur faktor lingkungan tertentu (seperti nutrien dan faktor fisik, misalnya suhu udara) sebagai kebutuhan minimum, dan batas toleransi tumbuhan terhadap faktor atau sejumlah faktor lingkungan tersebut.
Victor Shelford {1913} mencatat adanya kelemahan pada konsep Lieberg dan kemudian mengusulkan modifikasi menjadi teori toleransi. Hal ini dikembangkan oleh Ronald Good { 1913} seorang ahli geografi tumbuhan sehingga menjadi masing-masing spesies tumbuhan mampu hidup baik dan berhasil memperbanyak diri hanya kalau tumbuh dalam kisaran lingkungan tertentu: ph, kelembapan tanah, cahaya dan lain –lain.
Kisaran toleransi bergantung pada:
1. Lingkungan
2. Stadia fenologis (asal usul)
3. Masa evaluasi (Syamsurizal. 1999)
Beberapa azas hukum toleransi:
1. Organisme-organisme dapat memiliki toleransi yang  lebar bagi satu factor dan kisaran yang sempit untuk lainnya
2. Organisme-organisme dengan kisaran-kisaran toleransi yang luas untuk semua faktor wajar memiliki penyebaran yang paling luas
3. Apabila keadaan-keadaan tidak optimum bagi suatu jenis mengenai satu faktor ekologi,batas-batas toleransi terhadap faktor-faktor ekologi lainnya dapat dikurangi berkenaan dengan faktor ekologi lainnya.
4. Interaksi populasi seperti kompetisi, predatorisme, dan parasitisme mencegah organisme dari pengambilan keuntungan terhadap kondisi lingkungan fisik yang optimum
5. Pembiakan merupakan masa yang kritis bila faktor lingkungan menjadi terbatas; keadaan reproduktif seperti biji, telur, embrio, kecambah dan larva pada umumnya mempunyai batas toleransi yang sempit.
Beberapa percobaan secara dramatis menunjukkan bagaimana kisaran toleransi dimodifikasi oleh kompetisi. Bila gulma annual Raphanus raphanistrum dan Spergula arvensis ditumbuhkan dalam pot terpisah dalam kondisi terkendali ,maka kurva peertumbuahn menunjukkan persamaan kisaran tolesransi dan pH optimal.
Raphanus sp memperlihtkan pertumbuhan optimum pada pH 5 dan Spergula sp menunjukkan optimum pada pH 6. Tetapi bila ditumbuhkan bersama,pH pertumbuhan optimum Spergula sp bergeser ke pH 4 dan kisaran yang bagus untuk pertumbuhan menjadi sempit,sedangkan pH optimum untuk Raphanus sp bergeser sedikit kearah pH 6 dan kisaran toleransi seperti bila tumbuhan sendiri.( Elfisuir. 2010)

C. Faktor – faktor pembatas 
Faktor pembatas adalah semua faktor yang berpengaruh terhadap kehidupan suatu organisme dalam proses perkembangannya, termasuk faktor lingkungan. Lingkungan merupakan gabungan dari berbagai faktor yang saling berinteraksi satu sama lainnya, tidak saja antara biotik dan abiotik tetapi juga antara biotik dengan abiotik. Struktur dan macam ekosistem yang ditemukan pada suatu area tergantung pada variasi keanekaragaman faktor biotik dan abiotik. Kadang – kadang faktor presipitasi dan curah hujan tahnannya. Faktor – faktor ini dapat menjadi faktor pembatas pada suatu lingkungan. Faktor yang ditemukan sangat berpengaruh pada suatu ekosistem untuk menunjukan ada atau tidaknya suatu spesies tumbuh-tumbuhan atau hewan. Faktor pembatas dapat bervariasi dan berbeda-beda untuk setiap organisme sehingga dapat dikelompokkan untuk melihat perkembangan dan penyebaran organisme.
Struktur dan macam ekosistem yang ditemukan  pada suatu area tergantung pada variasi keanekaragaman faktor biotik dan abiotik. Kadang-kadang faktor presipitasi dan curah hujan tahunannya. Faktor-faktor ini dapat menjadi dapat menjadi factor pembatas pada suatu lingkungan. Jadi struktur dari suatu ekosistem sering dapat ditunjukkan oleh faktor pembatas. Faktor pembatas dapat bervariasi dan berbeda-beda untuk setiap organisme sehingga dapat dikelompokkan untuk melihat perkembangan dan penyebaran organisme.

Faktor –faktor pembatas 
1. Faktor iklim 
a. Cahaya 
Intesitas cahaya dalam suatu ekosistem adalah bervariasi. Kanopi suatu vegetasi akan menahan dan mengabsorbsi sejumlah cahaya. Keadaan ini mengurangi jumlah cahaya yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan dasar.
b. Suhu
Sistem kehidupan di biosfer berfungsi dalam batas kesamaan suhu antara 0⁰c - 50⁰c dalam kesamaan suhu ini individu tumbuhan mempunyai suhu minimun,maksimun dan optimun. Suhu demikian disebut suhu kordnal. Suhu tumbuhan biasanya kurang lebih sama dengan suhu sekitarnya karena adanya pertukaran suhu terus – menerus antara tumbuhan dan udara
c. Ketersediaan air
Air merupakan faktor lingkungan yang penting karena organisme hidup memerlukan kehadiran air. Jumlah air di bumi terbatas dan dapat berubah- rubah sesuai sirkulasinya.
Air yang masuk kadalam tanah akan mengalami penambatan{ retensi} yaitu partikel – partikel tanah. Penambatan air akan menyebabkan pori – pori tanah terisi air dan udara tanah terdorong keluar. 
Relensi maksimal : kemampuan maksimal dari tanah dalam menyerap air{jenuh air}.
Kapasitas lapangan : ketersediaan air dalam tanah jumlah minimal yang masih memungkinkan tumbuhan dan organisme tanah untuk tetap hidup.
Koefisien layu : keadaan tanah yang tidak memungkinkan berlangsungnya kehidupan tumbuhan dan organisme tanah karena berkurangnya air yang ada dalam pori – pori tanah. 
Hilangnya air dalam tanah dipercepat oleh :
a. Evaporasi  : penguapan dari permukaan tanah 
b. Transpirasi : penguapan melalui daun tumbuhan 
c. Evapotranspirasi: penguapan dari permukaan tanah melalui daun tumbuhan 
Ada 3 pembagian air dalam tanah untuk memenuhi kebutuhan vegetatif tumbuhan:
1. Air kelebihan : kelebihan air yang terikat pada kapasitas lapangan , akibatnya :
a. Tidak menguntungkan bagi tanaman tingkat tinggi
b. Meningkatkan kelembapan tanah
c. Akar tanaman sulit untuk mengikat 0₂
d. Terganggunya aktivitas mikroorganisme tanah
e. Unsur hara akan terangkat ke lapisan atas tanah 
f. Menyebabkan terjadinya reaksi kimia yang tidak menguntungkan
2. Air tersedia : air yang terikat antara kapasitas lapangan dengan koefisien layu
3. Air tidak tersedia : air yang terikat dalam tanah pada titik layu permanen. 
Air ini termasuk air higroskopis dan air kapiler yang gerakannya sangat lambat untuk mencegah kelayuan tumbuhan. (Ramli, Dzaki. 1989 )
d. Angin
Angin merupakan pergerakan udara. Angin timbul akibat pemanasan udara dalam hubungannya dengan permukaan bumi serta perputaran bumi pada porosnya.
Secara umum angin berfungsi dalam:
1. Mengangkut udara dingin atau hangat
2. Menggerakkan awan dan kabut
3. Mencampurkan udara sehingga perubahan suhu tidak menyolok
4. Mempengaruhi tumbuhan secara langsung maupun tidak langsung 

e. Curah Hujan
Curah hujan penting untuk faktor tetap hidup dari tumbuhan darat dan hewan-hewan karena merupakan sumber air, tanpa reaksi-reaksi kimia kehidupan tidak dapat berlangsung terus. Pada beberapa bagian dari daerah tropis dan sub-tropis terdapat musim panas dan musim hujan, curah hujan adalah faktor utama yang mengatur tingkah laku musim dari makhluk hidup, teruatam daur reproduksinya. Kebalikannya, peranan dari cahaya dan temperatur mempengaruhi tingkah laku musim adalah ciri khas dari iklim daerah sedang. Contoh lain dari regulasi oleh curah hujan adalah pada biji-biji dari kebanyakan tumbuhan gurun tahunan, seperti rumput cheat, yang berkecambah hanya pada saat suatu shower (gerimis) yang menghasilkan setengah inci hujan atau lebih. Curah hujan melakukan pencucian pada kulit biji yaitu substansi kimia yang menghalangi pecahnya biji itu.

2. Faktor tanah meliputi
a. Nutrisi
Tumbuhan yang banyak menyerap nutrisi akan menghasilkan sampah organis yang kaya mineral. Vegetasi yang menyerap sedikit nutrisi dari tanah akan menghasilkan materi organik yang miskin mineral.
Pentingnya bahan organis dalam tanah :
1. Merupakan koloida tanah yang mempunyai kapasitas yang tinggi dalam menahan air
2. Humus merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan 
b. Kadar air tanah
Lingkungan daratan dengan situasi kelebihan air menyebabkan tanah jenuh air. Permasalahan pada situasi seperti ini adalah minimnya udara dalam tanah, sehingga akar – akar tumbuhan sulit bernapas dan tanah sering menjadi masam. Jika jumlah air tanah tidak memadai untuk keperluan tumbuhan maka stomata menutup untuk mengurangi kehilangan air  berkelanjutan. Kondisi air tanah seperti ini dikenal dengan nama titik kelayuan, dan sel – sel tumbuhan mulai terjadi plasmolisis yang biasanya berjalan berkepanjangan. Jika situasi kekurangan air ini terus – menerus maka tumbuhan akan mati.
Usaha – usaha untuk mengatasi kekurangan air atau mengurangi kebutuhan tumbuhan akan air adalah :
Memperbaiki keadaan lingkungan
a. Menambah jumlah air dengan irigasi atau mengadakan penahan terhadap penguapan air.
b. Mengurangi kecepatan evapotranspirasi
c. Menghambat penguapan tanah dengan menutup menggunakan daun
d. Menahan kecepatan angin dengan pohon pelindung
e. Melakukan penjarahan 
f. Mengurangi daun dan bagian tumbuhan lainnya
g. Membuang gulma
h. Memberi cairan lilin pada daun 

c. Kondisi fisik tanah
Tanah terbentuk dari materi organik yang berasal dari bagian biotik ekosistem dan materi anorganik yang berasal dari bantuan akibat proses penghausan/pelapukan.
1. Faktor topografi 
      Topografi dalam hal ini ketinggian dari permukaan laut dipergunakan untuk menggambaran suhu dan kelembapan.
Pengaruh utama dari ketinggian :
a. Suhu biasanya menurun dan mempengaruhi kelembapan
b. Meningkatkan keterbukaan dan kecepatan
c. Menerima hujan yang lebih banyak dari pada daratan 
d. Memodifikasi kualitas cahaya
e. Meningkatkan cahaya ultra ungu yang diterima 

1. Faktor biotik 
Faktor biotik merupakan semua interaksi dari organisme hidup meliputi :
a. Kompetensi : interaksi yang sama – sama mengambil sumber daya dari lingkungan. Kompetensi terjadi bila terdapat efek yang saling merugikan pada dua organisme yang menggunakan sumber daya sama dalam keadaan terbatas, karena kompetensi melibatkan dua organisme yang menggunakan sumber daya sama.
b. Alelopati : bagian interaksi alelokemis yang melibatkan hanya tumbuhan saja, dimana interaksi alelohemis akan menghasilkan tambahan substansi ke lingkungan
c. Amensalisme : interaksi yang menekan satu organisme sedangkan yang lain tetap stabil.
d. Komensalisme : interaksi yang menstimuler satu organisme tetapi tak berpengaruh pada yang lain.
e. Protokooperasi : interaksi yang memacu kedua pangan , tetapi tidak bersifat obligat karena tetap tumbuh karena adanya interaksi
f. Mutualisme : bentuk interaksi obligat, absenya interaksi menekan kedua pasangan
g. Michorrizae : asosiasi fungi dengan akar tumbuhan tinggi. (Syamsurizal. 1999)

Faktor Pembebasan di Dalam Ekosistem
Keterbatasan dan toleransi di dalam ekosistemPertumbuhan organisme yang baik dapat tercapai bila faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan berimbang dan menguntungkan. Bila salah satu faktor lingkungan tidak seimbang dengan faktor lingkungan lain, faktor ini dapat menekan atau kadang-kadang menghentikan pertumbuhan organisme. Faktor lingkungan yang paling tidak optimum akan menentukan tingkat produktivitas organisme. Prinsip ini disebut sebagai prinsip faktor pembatas. Justus Von Liebig adalah salah seorang pioner dalam hal mempelajari pengaruh macam-macam faktor terhadap pertumbuhan organisme, dalam hal ini adalah tanaman. Liebig menemukan pada tanaman percobaannya bahwa pertumbuhan tanaman akan terbatas karena terbatasnya unsur hara yang diperlukan dalam jumlah kecil dan ketersediaan di alam hanya sedikit. Oleh karena itu, Liebig menyatakan di dalam Hukum Minimum Liebig yaitu: “Pertumbuhan tanaman tergantung pada unsur atau senyawa yang berada dalam keadaan minimum”. Organisme mempunyai batas maksimum dan minimum ekologi, yaitu kisaran toleransi dan ini merupakan konsep hukum toleransi Shelford. Di dalam hukum toleransi Shelford dikatakan bahwa besar populasi dan penyebaran suatu jenis makhluk hidup dapat dikendalikan dengan faktor yang melampaui batas toleransi maksimum atau minimum dan mendekati batas toleransi maka populasi atau makhluk hidup itu akan berada dalam keadaan tertekan (stress), sehingga apabila melampaui batas itu yaitu lebih rendah dari batas toleransi minimum atau lebih tinggi dari batas toleransi maksimum, maka makhluk hidup itu akan mati dan populasinya akan punah dari sistem tersebut. Untuk menyatakan derajat toleransi sering dipakai istilah steno untuk sempit dan euri untuk luas. Cahaya, temperatur dan air secara ekologis merupakan faktor lingkungan yang penting untuk daratan, sedangkan cahaya, temperatur dan kadar garam merupakan faktor lingkungan yang penting untuk lautan. Semua faktor fisik alami tidak hanya merupakan faktor pembatas dalam arti yang merugikan akan tetapi juga merupakan faktor pengatur dalam arti yang menguntungkan sehingga komunitas selalu dalam keadaan keseimbangan atau homeostatis. ( Burnie, David. 2005 )

Faktor Fisik Sebagai Faktor Pembatas, Lingkungan Mikro dan Indikator Ekologi 
Lingkungan mikro merupakan suatu habitat organisme yang mempunyai hubungan faktor-faktor fisiknya dengan lingkungan sekitar yang banyak dipengaruhi oleh iklim mikro dan perbedaan topografi. Perbedaan iklim mikro ini dapat menghasilkan komunitas yang ada berbeda. Suatu faktor lingkungan sering menentukan organisme yang akan ditemukan pada suatu daerah. Karena suatu faktor lingkungan sering menentukan organisme yang akan ditemukan pada suatu daerah, maka sebaliknya dapat ditentukan keadaan lingkungan fisik dari organisme yang ditemukan pada suatu daerah. Organisme inilah yang disebut indikator ekologi (indikator biologi). Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan indikator biologi adalah: 
a) umumnya organisme steno, yang merupakan indikator yang lebih baik daripada organisme euri. Jenis tanaman indikator ini sering bukan merupakan organisme yang terbanyak dalam suatu komunitas. 
b) spesies atau jenis yang besar umumnya merupakan indikator yang lebih baik dari pada spesies yang kecil, karena spesies dengan anggota organisme yang besar mempunyai biomassa yang besar pada umumnya lebih stabil. Juga karena turnover rate organisme kecil sekarang yang ada/hidup mungkin besok sudah tidak ada/mati. Oleh karena itu, tidak ada spesies algae yang dipakai sebagai indikator ekologi. 
c) sebelum yakin terhadap satu spesies atau kelompok spesies yang akan digunakan sebagai indikator, seharusnya kelimpahannya di alam telah diketahui terlebih dahulu. 
d) semakin banyak hubungan antarspesies, populasi atau komunitas seringkali menjadi faktor yang semakin baik apabila dibandingkan dengan menggunakan satu spesies. 




( Elfisuir. 2010 )

Faktor pembatas ini dapat dicontohkan dari jurnal Charles Y. Bora dan B. Murdelelono yang berjudul “Pengaruh pemupukan pada budidaya jagung Ahuklean di Besikama, Belu, NTT. Dari penelitian tersebut dapat diketahui hasilnya, dimana penanaman jagung ahuklean yang dilakukan pada musim kemarau tanpa curah hujan dan hanya mengandalkan kelembaban (lengas) tanah diduga merupakan salah satu factor penyebab penggunaan pupuk tidak efektif terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman. Karena air merupakan salah satu syarat penting yang berfungsi sebagai pelarut pupuk. Jadi, factor pembatas utama untuk pemupukan jagung ahuklean adalah air sebagai pelarut pupuk sehingga kurang efektif terutama pupuk anorganik. (Charles Y. Bora dan B. Murdelelono, 2006. “Jurnal Pengaruh pemupukan pada budidaya jagung Ahuklean di Besikama, belu, NTT”).

DAFTAR PUSTAKA

Burnie, David. 2005. Bengkel ilmu ekologi. Jakarta: Erlangga

Charles. Y. Bora dan B. Murdelelono. 2006. “Pemupukan pada budidaya jagung Ahuklean di Besikama, belu, NTT”.

Elfisuir. 2010. Lingkungan sebagai factor pembatas. (http://elfisuir.blogspot.com/2010/02/lingkungan-sebagai-faktor-pembatas.html)

Odum, Eugene P. 1996. Dasar-dasar Ekologi.Georgia:University Of Georgia Athens
Ramli,dzaki.1989.Ekologi.Jakarta : Dikti

Ramli, Dzaki. 1989. Ekologi. Jakarta : Depdikbud

Syamsurizal. 1999 .Pengantar Ekologi Tumbuhan.Padang:UNP


PB09

PRODUKTIVITAS 2


PRODUKTIVITAS

A. Produksi serasah dan dekomposisi
Lapisan serasah merupakan dunia kecil di atas tanah, yang menyediakan tempat hidup bagi berbagai makhluk terutama para dekomposer. Berbagai jenis kumbang tanah, lipan, kaki seribu, cacing tanah, kapang dan jamur serta bakteri bekerja keras menguraikan bahan-bahan organik yang menumpuk, sehingga menjadi unsur-unsur yang dapat dimanfaatkan kembali oleh makhluk hidup lainnya.
Di samping itu, berjenis-jenis hewan juga tinggal dan memanfaatkan lingkungan ini. Di antaranya, berbagai jenis kodok (misalnya bangkong serasah, bangkong bertanduk), ular (seperti halnya ular serasah), dan aneka jenis kadal. Dalam hal ini kita membahas tanah hutan. Peran hutan sendiri bagi tanah yaitu menghasilkan serasah sehingga bisa menambah kandungan bahan organik tanah.
Produktivitas serasah dari suatu ekosistem hutan, antara lain dipengaruhi oleh posisi garis lintang tempat hutan itu berada. Pada umumnya, produksi maksimum ditemukan pada kawasan hutan sekitar kathulistiwa (tropis). Semakin ke Utara atau ke Selatan suatu daerah, maka produksinya akan semakin berkurang. Berdasarkan data yang diperoleh, dapat diketahui bahwa produktivitas biomassa(serasah) pada hutan hujan tropis, kurang lebih banyak 10 ton/ha/thn. Sementara pada daerah sedang dapat subartik, masing-masing 5 dan 3 ton/ha/thn.
Serasah disebut juga dengan biomassa adalah semua dari bahan organik dari tumbuhan, mulai dari akar, batang, cabang, bunga, buah, biji, dan daun. Biomassa dapat tetap hidup, berfungsi sebagai pendukung, dan dimakan oleh herbivora. Bentuk terakhir adalah yang paling umum, lebih dari separuh produktivitas bersih tahunan didekomposisi sebagai detritivor dan dengan cara tersebut nutrien dikembalikan dalam cycling pool. Jadi penting untuk memperhatikan laju akumulasi dekomposisi bagian tanaman yang mati. 
Olson (1963) menghitung ratio produksi serasah terhadap akumulasi serasah sebagai pernyataan dekomposisi. Ratio tersebut adalah tinggi pada lingkungan tropis, mencerminkan laju produksi tinggi dan dekomposisi cepat. Kemudian, menurun pada gradien yang menuju ke daerah kutub, baik kutub Utara maupun kutub Selatan. Curah serasah adalah berkaitan dengan LAI, menyebabkan ratio menjadi menurun dengan latitude atau altitude. Namun Jordan (1971) menegaskan bahwa curah serasah tidak menunjukan hubungan sama di sepanjang gradien kelembaban. Tidak ada perbedaan nilai pada produksi serasah didapatkan pada padang rumput, ladang tua, dan daerah tundra, kalau diperbandingkan dengan hutan latitude yang sama.(Syamsurizal.1999:75) 

1. Produktivitas Primer 
Adalah kecepatan penyimpanan energi potensial oleh organisme produsen melalui proses fotosintesis dalam bentuk bahan-bahan organik yang dapat digunakan sebagai bahan pangan.
Penangkapan energi matahari oleh tumbuhan hijau dan perubahan sebagian energi sinar ini menjadi energi kimia melalui fotosintesis disebut produksi primer. Fotosintesis memegang peranan penting dalam pengaturan metabolisme komunitas. Laju fotosintess bertambah 2 atau 3 kali lipat untuk setiap 10 derajat Celcius untuk kenaikan suhu. Meskipun demikian, intensitas sinar dan suhu yang ekstrim cenderung memiliki pengaruh menghambat laju fotosintesis. Lepas dari sinar dan suhu, konsentrasi karbondioksida, adanya metabolit tertentu, ketersediaan mineral yang dibutuhkan, umur dan keadaan sel serta konsentrasi fotopigmen juga mempengaruhi fotosintesis. Bila 1 dari 3 parameter metabolisme, yaitu karbondioksida, oksigen, atau tenaga yang terlibat dalam fotosintesis dapat diukur dalam sinar maupun dalam gelap,maka akan mungkin untuk memperkirakan hal-hal berikut:
1. Produksi primer kotor : jumlah total sintesis bahan organik yang dihasilkan dengan adanya sinar
2. Produksi primer bersih : jumlah bahan organik yang disimpan setelah pegeluaran dalam bentuk pernapasan
3. Pernapasan : pertukaran gas dan panas dengan lingkungan yamg berkaitan demgan pemutusan metabolik bahan orgaik oleh sel-sel hidup. (Michael. 2000:365)
Umumnya digunakan empat cara berbeda untuk mengukur produktivitas primer. Masing-masing diukur dari suatu aspek yang berbeda.

1. Cara Pemanenan
Pemanenan adalah cara tertua yang digunakan untuk mengukur produktivitas primer dan masih tetap dipakai. Tanaman dipotong pada batas permukaan tanah atau air. Bahan umbuhan yang dipanen kemudian dikeringkan sampai beratnya tetap, dan produktivitas dinyatakan dalam bentuk biomassa berat-kering per satuan area per satuan waktu seperti gm/m persegi/tahun. Jadi, cara ini menentukan perubahan produksi dalam biomassa berat-kering selama selang waktu tertentu. Karena akar-akar tidak termasuk, maka terdapat kesalahan. Cara ini tidak sesuai untuk mengukur fitoplankton, karena perubahan-perubahan dalam biomassa mencerminkan perubahan bersih yang tidak hanya dihasilkan dari produksi namun juga kehilangan oleh hewan tak bertulang belakang yang merumput , pemindahan air, dan perendaman. Cara pemanenan umumnya digunakan dalam lingkungan daratan maupun mungkin juga digunakan dalam sistem-sistem perairan.

2. Cara Botol Terang dan Gelap
Cara ini digunakan dalam pengukuran produktivitas primer suatu komunitas perairan (fitoplankton dan makrofit) dan didasarkan pada prakiraan oksigen yang dilepaskan oleh produser selama suatu selang waktu .oksigen yang dihasilkan digunakan secara serentak dalam prnafasan. Hal ini harus di ingat bahwa fotosisntesis terjadi hanya dengan adanya sinar yang akan beragam degan waktu dalam Stu hari, adanya awan yang menutupi, keadaan permukaan air dan kejernihan air. Faktor-faktor ini akan naik turun (berfluktuasi) sepanjang musim-musim itu. 

3. Cara-cara Klorofil
Hal ini didasarkan pada hubungan yang terdapat di antara jumlah klorofil dan jumlah fotosintesis. Cara ini menggunakan alat pengebor prop botol. Dalam pengambilan sampel fitoplanton sistem perairan, volume air yang diketahui pertama- tama diayak untuk menghilangkan mekanisme, yang kemudian disaring di bawah tekanan rendah melalui suatu penyaring serat gelas (fiber glass). Lalu akan dihancurkan sejumlah spesifik piringan yang mengandung fitoplakton dalam larutan aseton 85 % dan direndam di tempat gelap semalaman. Kemudian larutan diuapkan dan menimbang klorofil kering yang dinyatakan dalam mg klorofil /satuan luas daun atau volume sample air. 

4. Cara Fiksasi Karbon-14
Hal ini adalah cara yang paling peka untuk mengukur fotosintesis dan melibatkan penambahan suatu jumlah 14-C yang diketahui dan penentuan jumlah angka banding isotop yang terbentuk dalam sejumlah fitoplakton yang diketahui dalam suatu waktu yang spesifik. (McNaughton. 1991:165)
Produktivitas primer atau dasar dari suatu ekosistem, komunitas, atau bagian mana saja daripadanya, didefenisikan sebagai laju pada energi pancaran yang disimpan oleh kegiatan fotosintesis atau kemosintesis oleh organisme-organimsme produsen (terutama tumbuhan hijau) dalam bentuk senyawa-senyawa organik yang dapat digunakan sebagai bahan-bahan pangan. Perlu dibedakan antara keempat langkah yang berurutan dalam peristiwa pembentukan sebagai berikut: 
1. Produktivitas primer kotor yaitu laju total dari fotosintesis, termasuk bahan organik yang habis digunakan dalam respirasi selama waktu pengukuran. Ini dikenal juga sebagai fotosintesis total atau asimilasi total.
2. Produktivitas bersih adalah laju penyimpanan bahan organik di dalam jaringan tubuh tumbuhan. Kelebihannya dari pengunaan respirasi oleh tumbuhan selama jangka waktu pengukuran. Hal ini disebut juga sebagi “apparent” fotosintesis atau asimilasi bersih.
3. Produktivitas komunitas bersih adalah laju penyimpangan bahan organik yang tidak digunakan oleh heterotrof (yakni, produksi primer bersih dikurangi penggunaan heterotrof) selama jangka waktu yang bersangkutan, biasanya pada musim pertumbuhan atau setahun.
4. Produktivitas sekunder yaitu laju penyimpangan energi pada tingkat konsumen. Karena konsumen –konsumen hanya menggunakan bahan-bahan pangan yang sudah dibuat, dengan kehilangan-kehilangan di dalam respirasi yang secukupnya itu, dan mengubahnya ke dalam jaringan-jaringan yang berlainan oleh satu proses keseluruhan. Produktivitas sekunder tidak dapat dibagi lagi menjadi jumlah “kotor” dan “bersih”. ( Odum. 1993:54)
Unit satuannya :
- Ash Free Dry Weight (Kal/Ha/th)
- Dry weight (Ton/Ha/th)

Produktivitas Primer dibagi 2 macam :
a. Produktivitas primer kotor 
Kecepatan total fotosintesis, mencakup pula bahan organik yang dipakai untuk respirasi selama pengukuran. Istilah ini sama dengan “asimilasi total”.
b. Produksi  primer bersih 
Kecepatan penyimpanan bahan-bahan organik yang dipakai untuk respirasi oleh tumbuh-tumbuhan selama pengukuran. Istilah ini sama dengan “asimilasi bersih”.

2. Produktivitas Sekunder :
Adalah kecepatan penyimpanan energi potensial pada tingkat tropik konsumen & pengurai.
Produktivitas primer kotor pada Ekosistem Akuatik :
No Ekosistem Prod. Primer Kotor 
( KCal/m2/th )
1.
2.
3.
4. Laut terbuka 
Pesisir 
Upwelling Zone
Estuari & Reefs           1.000
           2.000
           6.000
         20.000


Produktivitas primer kotor pada Ekosistem Terestris :
No Ekosistem Prod. Primer Kotor 
( KCal/m2/th )
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7. Gurun & tundra
Padang rumput
Hutan lahan kering
Hutan konifer
Hutan temperate basah
Pertanian
Hutan subtropik & tropic                   200 
                2.500
                2.500
                3.000
                8.000
              12.000
              20.000
(http://www. geo. siklus hara_produktifitas/tumbuhan. html//)
Kawasan hutan dengan serasah yang menutupi tanah di areal itu berfungsi sebagai spons yang akan menahan air hujan dan kemudian melepaskannya secara perlahan. Air hujan yang tertahan di serasah ini lalu meresap ke dalam tanah. Peran hutan untuk meresapkan air ke dalam tanah dan mempertahankan ketersediaan air tanah memang sangat besar. Menurut Wikipedia, serasah yaitu tumpukan dedaunan kering, rerantingan, dan berbagai sisa vegetasi lainnya di atas lantai hutan atau kebun. Serasah yang telah membusuk (mengalami dekomposisi) berubah menjadi humus (bunga tanah), dan akhirnya menjadi tanah.
Pada hakikatnya hutan berfungsi untuk meningkatkan kegiatan biologi tanah dan perakaran, mempertahankan dan meningkatkan ketersediaan air dalam lapisan perakaran. Jadi pada intinya hutan berperan penting dalam proses terwujudnya serasah tanah. Sedangkan serasah tanah itu sendiri berperan penting bagi hutan yaitu:
untuk penyerapan air (berfungsi seperti spon ) , 
memberikan hara dan humus bagi tumbuhan, 
sebagai tempat hidup organisme kecil hutan dan
mendukung terbentuknya struktur tanah yang baik bagi tumbuhan.
(Jumin. 1989:102)
B. Dekomposisi dan daur karbon
Lantai hutan adalah dimana terjadinya pembusukan (decomposation). Dekomposasi atau pembusukan adalah proses ketika makhluk-makhluk pembusuk seperti jamur dan mikro organisme menguraikan tumbuhan dan hewan yang telah mati dan mendaur ulang material-material serta nutrisi-nutrisi yang berguna. Laju dekomposisi tumbuhan yang telah dihimpun oleh (Singh dan Gupta 1977), memperlihatkan bahwa dekomposisi bervariasi dengan tipe vegetasi dan lingkungan. Hutan temperate berdaun lebar memerlukan kira-kira 1 tahun untuk dekomposisi serasah 3-5 tahun bentuk yang ekstrim didapatkan dihutan pinus pegunungan California, yang memerlukan lebih 30 tahun untuk degrasi sempurna. Hutan tropis hanya memerlukan waktu kurang dari 2 bulan untuk hancur secara sempurna. Laju turnoverini tergantung pada terutama pada zat kimia yang membentuk serasah, suhu dan kondisi kelembaban habitat. (Ramli. 1989: 117)
Selama proses konversi serasah menjadi humus, terjadi kehilangan karbon. Jumlah kehilangan karbon tersebut adalah sebesar 80-90% untuk bagian atas tanaman, dan 50-80% untuk bagian akar tanaman.
“Litter quality” : kandungan hara dan laju dekomposisi pada serasah, terbagi dua :
“High quality” : 
     - serasah dengan kandungan hara (terutama N) tinggi, 
     -  mudah terdekomposisi 
- C/N ratio rendah 
“Low quality” : 
     - serasah dengan kandungan hara rendah, 
     - sulit   terdekomposisi 
     - contohnya bagian kayu berlignin 
     - C/N ratio tinggi
SIKLUS BIOGEOKIMIA
Siklus biogeokimia adalah suatu siklus atau pergerakan unsur-unsur dan senyawa-senyawa anorganik yang penting untuk menunjang kehidupan.
Di alam diketahui ada + 100 unsur kimia, tetapi hanya 30 – 40 unsur yang sangat diperlukan makhluk hidup. 
Unsur-unsur kimia, termasuk unsur utama dari protoplasma, cenderung untuk bersikulasi dalam biosfer dengan pola tertentu dari lingkungannya ke organisme & kembali lagi ke lingkungan.
Masing-masing siklus tersebut terdiri atas 2 kompartemen atau 2 pool, yaitu :
1. Reservoir pool :
Ciri-cirinya : rangkaian siklusnya besar, lambat bergerak, umumnya bukan komponen ekologi. 
2. Exchange / Cycling pool :
Ciri-cirinya : rangkaian siklusnya kecil, tapi lebih aktif bertukar dengan cepat antara organisme dengan lingkungannya.
Dari sudut biosfer secara keseluruhan, siklus biogeokimia terdiri atas :
  Tipe gas
Reservoirnya adalah di atmosfer atau hidrosfer (lautan), misal : siklus carbon (CO2) & siklus nitrogen (N).
  Tipe sedimen 
Reservoir adalah kerak bumi , misal : siklus fosfor. 


Daur Karbon
Karbon merupakan unsur yang menyusun semua senyawa organik. Selama transfer energi di dalam konsumsi makanan berupa karbohidrat dan lipid, pergerakan karbon menuju ekosistem bersama-sama dengan aliran energi. Sumber karbon untuk organisme hidup ialah CO2 yang ditemukan baik dalam keadaan bebas di atmosfer maupun terlarut di dalam air dan di lapisan bumi. 
Daur karbon juga dapat diartikan sebagai rangkaian transformasi. Karbon dioksida ditetapkan sebagai karbon atau senyawa karbon dalam organisme-organisme hidup, melalui proses fotosintesis atau komosintesis, dibebaskan melalui respirasi dan saat kematian akan terjadi penguraian organisme pengikat, yang digunakan oleh spesies heterofik, dan akhirnya dikembalikan kepada keadaan asli untuk digunakan lagi.
  Daur karbon juga merupakan bagian dari daur energi. Reaksi fotosintesis sangat esensial untuk daur karbon maupun daur energi. Melalui proses fotosintesis tersebut karbondioksida berhubungan dengan mahluk hidup. Melalui proses fotosintesis, tumbuhan hijau berperan dalam daur karbon, karbon diubah menjadi karbohidrat dengan bantuan energi matahari dan pigmen klorofil. Reaksi tersebut biasanya terjadi di hutan-hutan padang rumput dan juga pada rumput laut di lautan. Dalam daur karbon, karbondioksida dibutuhkan tumbuhan, yang kemudian akan dikonsumsi oleh hewan herbivora, ikan pemakan fitoplankton dan manusia untuk kebutuhan sel dan energi. Melalui proses respirasi, dalam bentuk karbondioksida akan dikembalikan ke alam (atmosfer), dan bila hewan atau tumbuhan tersebut mati maka dengan bantuan kerja mikroorganisme (dekomposisi), karbon akan dikembalikan  ke bumi.
Sumber utama karbon untuk mahluk hidup ada di udara. Dalam bentuk karbondioksida jumlahnya kira-kira 0,03 % dari volume udara. CO2 di udara akan difiksasi ke dalam jaringan hidup melalui fotoautotrof tanaman dan ganggang. Pada kondisi anaerob, karbondioksida direduksi menjadi metan (CH4) oleh mikroorganisme seperti bakteri Methylococcus yang akan mengoksidasi methan menjadi karbon. Aspek penting lain dari daur karbon adalah reaksi non biologi yaitu pertukaran antara karbon dioksida dan bikarbonat yang umumnya terjadi dalam perairan pada kondisi tertentu karbonat akan berpresipitasi dengan membentuk batu kapur (lime stone).
Tumbuhan hijau di permukaan bumi dan di lautan sangat efektif dalam mengikat CO2 dari atmosfer. Akan tetapi karena adanya peningkatan dari pemakaian bahan bakar minyak bumi yang disertai dengan penurunan kapasitas pemindahan dari tumbuhan hijau akan melampaui kontrol Cybernatik sehingga lambat laun kandungan CO2 di atmosfer meningkat. Pada awal revolusi industri (tahun 1800) kandungan CO2 di atmosfer sekitar 290 ppm (29 %). Pada tahun 1958 meningkat menjadi 315 ppm, dan pada tahun 1980 menjadi 335 ppm. (http://gekoclay.blogspot.com/2009/03/daur-karbon.html)






Pembakaran bahan bakar minyak bumi yang tidak sempurna pada kendaraan bermotor juga merupakan sumber gas CO2. Dalam konsentrasi yang tinggi (lebih besar 100 ppm) di udara yang tidak bergerak dapat membahayakan bagi kesehatan manusia. 
Umumnya karbon ditemui berupa hasil pembakaran dari dalam tubuh mahluk hidup. Karbon dapat dijumpai dimana-mana. Karbon dapat dijumpai didalam atmosfer sebagai CO2 dalam jaringan semua mahluk hidup dan terbesar dijumpai dalam batuan endapan serta bahan bakar fosil yang terdapat dalam perut bumi.

DAFTAR PUSTAKA

Jumin, H. B. 1989. Ekologi Tanaman. Jakarta: Rajawali Press.
McNaughton, S. 1991. Ekologi Umum. Yogyakarta : UGM Press
Michael,P. 2000. Metode Ekologi untuk Penelitian dan Laboratorium. USA : University Grants Commision Press
Odum, Eugene P. 1993. Dasar –dasar Ekologi . Yogyakarta : UGM Press 
Ramli, Dzaki. 1989.Ekologi . Jakarta: Dikti.
Syamsurizal. 1999. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Padang: UNP Press.
http://gekoclay.blogspot.com/2009/03/daur-karbon.html


PB09