Sabtu, 05 Mei 2012

DENSITAS


POPULASI TUMBUHAN

A. STRUKTUR POPULASI
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tumbuhan tersebar di alam secara tidak merata (tidak mempunyai jarak yang sama) disebabkan perbedaan kondisi lingkungan, sumber daya, tumbuhan tetangga, dan gangguan yang merupakan faktor yang mempengaruhi pola dinamika populasi tumbuhan.
Perbedaan perangkat kondisi lingkungan tersebut tidak hanya memodifikasi distribusi dan kelimpahan individu, tetapi juga merubah laju pertumbuhan, produksi biji, pola percabangan, area daun, area akar, dan ukuran individu. Distribusi, survival, pola pertumbuhan serta reproduksi mencerminkan adaptasi tumbuhan terhadap lingkungan tertentu. Keadaan tersebut menjadi suatu bagian penting dalam ekologi tumbuhan (Syamsurizal, 1999: 16).
a. Densitas
Densitas adalah jumlah individu per satuan area tertentu, sebagai contoh adalah 300 pohon Sacharum oficinarum/ha. Cara perhitungan densitas tidak dengan menghitung semua individu yang ada dalam suatu area.  Cara yang digunakan adalah dengan menggunakan sampling area. Luas sampling area adalah 1% dari luas area total yang diamati. 
Pengamatan area sampling dilakukan secara acak dengan penggunakan kuadrat. Kuadrat adalah sembarang bentuk yang diberi batas dalam suatu vegetasi, sehingga penutup seperti densitas dan dominansi dapat diperkirakan ataupun dihitung.
Ukuran kuadrat sangat tergantung pada tipe vegetasi yang diamati. Pada tumbuhan yang anual dengan homogenitas yang tinggi maka ukuran kuadrat dapat sangat kecil, sedangkan pada pohon dapat digunakan ukuran 10-50 m dalam satu sisi. 
Densitas dapat ditinjau dengan tanpa melihat masing-masing jenis, data seperti ini bisa digunakan untuk menghitung jumlah rata-rata individu dari total cuplikan. Perincian densitas  per jenis, menunjukkan populasi masing-masing jenis dan apabila dikaitkan dengan persebaran ukuran seluruh individu dari masing-masing jenis, diperoleh informasi tentang strategi regenerasi atau untuk upaya pengelolaan dan usaha konservasinya, namun data densitas tidak akan berguna tanpa identitas atau informasi dari data yang lain. Densitas suatu spesies merupakan suatu ukuran yang statis, data yang diperoleh tidak dapat mengungkap interaksi dinamik yang terjadi pada anggota spesies tersebut.
Kerapatan populasi adalah besarnya populasi dalam hubungannya dengan satuan ruang. Umumnya dinyatakan sebagai jumlah individu per satuan area. Keanekaragaman sifat yang besar dapat digunakan sebagai satuan-satuan biomas, berkisar dari berat kering hingga ke kadar DNA atau RNA. Kadang-kadang perlu dibedakan dan dipahami kerapatan kotor, kerapatan jenis atau kerapatan ekologi (Odum, 1973: 202).
Kerapatan populasi merupakan ukuran populasi dalam hubungannya dengan satuan ruang. Biasanya dinyatakan dengan banyaknya individu atau biomas populasi per satuan luas atau volume. Misalnya 300 batang pohon per hektar.
Kerapatan kotor atau crude density merupakan banyaknya individu atau biomas yang terdapat dalam satuan ruangan keseluruhan. Misalnya jumlah species per hektar hutan tropik basah.
Kerapatan ekologis berarti banyaknya individu atau biomas per satuan habitat atau banyaknya individu menempati per satuan volume yang tersedia.
Batas atas kerapatan populasi ditentukan oleh arus energi dalam ekosistem, tingkat tropik organisme, ukuran individu dan kerapatan metabolisme individu organisme tersebut. Batas bawah kerapatan populasi lebih sulit ditentukan, kecuali pada suatu ekosistem yang mantap, yaitu ekosistem yang memiliki mekanisme homoeostasis yang bekerja untuk menjaga kerapatan organisme secara umum dan organisme yang dominan. Makin rendah tingkat tropik, makin tinggi kerapatannya dan pada tingkat tertentu makin besar individu makin besar biomasnya (Ramli, 1989: 120-121)
Menjaga validitas dari pengamatan, kuadrat diletakan secara acak dengan memperhatikan ordinat sumbu X dan ordinat sumbu Y, yang merupakan dimensi luas area yang diamati. Masing masing sumbu ordinat dibagi dalam unit kecil dengan interval tertentu, tentunya interval untuk ordinat X maupu Y sanat tidak mungkin sama, kecuali area yang diamati mampunyai bangun bujur sangkar.
Mempertimbangkan luas area yang digunakan sampling dalam pengamatan dan tipe vegetasi, maka diperoleh masing masing jarak interval pada sumbu X dan Y. Contoh adalah : Luas area total adalah 10.000.000 m2, , maka area samplingnya  adalah 1% dari 10.000.000 m2 = 100.0000 m 2., jika tipe vegetasi yang diamati memerlukan luas 4 m2, maka jumlah kuadrat yang diamati sebanyak 100.000/4=25.000 plot. Mengetahui jarak X dan Y adalah sangat penting karena dipergunakan sebagai pembilang dari jumlah total plot yang diamati. Pembuatan unit pada ordinat X  ataupun Y dibagi sebanyak plot.
Pengukuran densitas pada pohon yang terdapat di hutan pada umumnya dihitung dengan metode jarak, yang dibicarakan pada metode teknik sampling.
(http://sriwidoretno.staff.fkip.uns.ac.id/files/2010/03/BAB-II.doc).
Pada kasus yang luar biasa kita mungkin bisa menentukan ukuran dan kepadatan populasi dengan menghitung langsung seluruh individu yang ada dalam batas suatu populasi. Misalnya, kita dapat menghitung jumlah pohon mangga pada suatu kebun. Akan tetapi, pada sebagian besar kasus, tidak praktis atau bahkan tidak mungkin untuk menghitung semua individu yang ada dalam populasi. Malahan para ahli ekologi menggunakan berbagai macam teknik pengambilan contoh atau sampel untuk menaksir kepadatan dan ukuran total populasi. Sebagai contoh, para ahli bisa menaksir jumlah pohon jarak di suatu hutan dengan cara menghitung individu yang terdapat dalam beberapa plot yang mewakili. Taksiran seperti itu lebih tepat jika menggunakan sampel bidang tanah yang lebih banyak dan lebih besar, dan saat habitat homogen. Pada beberapa kasus, ukuran populasi ditaksir bukan dengan menghitung organismenya akan tetapi dengan menggunakan indikator tidak langsung (Campbell, 2004: 334).
Kelimpahan dan Keragaman
Hasil penelitian ekologi dalam 100 plot sampling atau seluas 1 ha area pengamatan di kawasan Seksi Konservasi Wilayah II Senduro disajikan dalam tabel berikut ini. Pengamatan dilakukan pada tujuh blok di kawasan ini, yaitu meliputi Blok Lemah Abang, Pangungaan Gedok, Watu Supit, Glendangan, Ledok Malang, Krepelan dan Bantengan dengan variasi ketinggian antara 1060 – 2330 m dpl. Dalam kegiatan penelitian ini hanya ditemukan 13 jenis tumbuhan obat yang termasuk dalam transek pengamatan (tabel 1.). Tiga jenis diantaranya termasuk kategori tumbuhan obat langka yaitu pronojiwo (Euchresta horsfieldii), pulosari (Alyxia reinwardtii) dan sintok (Cinnamomum sintoc). Satu jenis tumbuhan obat langka lainnya yaitu purwoceng (Pimpinella pruatjan) ditemukan di perkebunan penduduk dan tidak diperoleh satu individu pun
di dalam plot sampling. Tingkat keragaman (indeks Shannon) jenis tumbuhan obat di dalam plot pengamatan seluas 1 ha adalah sebesar 1,103. Hal ini menunjukan masih rendahnya keragaman tumbuhan obat yang ada di lokasi pengamatan. Berdasarkan kelas kualitas indeks keanekaragaman (Soerjani, 1992) dapat dikatakan bahwa lokasi survei termasuk ke dalam kawasan hutan dengan rentang kelas 2 (kurang) dari segi keragaman tumbuhan obatnya. Sedangkan indeks kemerataan diperoleh nilai 0.99 ( e = 1.103/log 13), menunjukkan kelas kualitas indeks baik ( kelas baik nilai e: 0.81-1.00). Hal ini didukung dengan hampir meratanya jenis-jenis tumbuhan obat terdapat di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Kekerapan dan kerapatan jenis tumbuhan obat tertinggi diperlihatkan oleh Euchresta horsfieldii berturut-turut sebesar 29,89 % dan 440 individu per hektar. Dua jenis tumbuhan obat langka lainnya yang ditemukan dalam plot pengamatan adalah Cinnamomum sintoc dan Alyxia reinwardtii, namun keduanya termasuk jarang ditemukan (frekuensi relatif <5%). Bahkan jenis Alyxia reinwardtii hanya ditemukan 4 individu dalam luasan 1 ha tersebut (Hidayat, 2007: 170).

b. Pola penyebaran individu
Pola adalah distribusi menurut ruang. Data pola penyebaran tumbuhan dapat memberi nilai tambah pada data densitas dari suatu spesies tumbuhan. Pola penyebaran tumbuhan dalam suatu wilayah dapat dikelompokan menjadi tiga yaitu:
a. Acak
Pola  peneyebaran secara acak dapat dilihat jika jarak , lokasi, sembarang tumbuhan tidak mempunyai arah dan posisi terhadap lokasi spesies yang sama. Sebaran acak mengikuti apa yang disebut kurva normal yang mendasari cara statistika baku ( Ewusie, 1990: 38).
Pengaturan jarak secara acak atau random terjadi karena tidak adanya tarik menarik atau tolak menolak yang kuat diantara individu-individu dalam suatu populasi, posisi masing-masing individu tidak bergantung pada individu lain. Sebagai contoh, pohon-pohon di hutan kadang-kadang tersebar secara acak. Akan tetapi, secara keseluruhan pola acak tidak umum ditemukan di alam, sebagian besar populasi menunjukkan paling tidak suatu kecenderungan ke arah penyebaran terumpun atau penyebaran seragam (Campbell, 2004: 335).

b. Mengelompok
Pola penyebaran mengelompok (Agregated atau undispersed), menunjukan bahwa hadirnya suatu tumbuhan akan memberikan indikasi untuk menemukan tumbuhan yang sejenis. Anggota tumbuhan yang ditemukan lebih banyak ditemukan secara mengelompok dikarenakan ada beberapa alasan :
1) Reproduksi tumbuhan yang menggunakan 
a) ruuner atau rimpang.
b) Reproduksi tumbuhan yang menggunakan biji cenderung jatuh di sekitar induk.
2) Lingkungan /habitat mikro pada tiap spesies yang mempunyai kesamanan pada  anggota spesies. Habitat dikatakan homogen pada lingkungan makro, namun pada lingkungan mikro sangat berbeda. Mikrositus yang paling cocok untuk suatu spesies cenderung  ditempati lebih padat untuk spsies yang sama.
Pola penyebaran yang paling umum adalah pembentukan rumpun, dengan individu-individu berkelompok di dalam patch-patch. Tumbuhan bisa menjadi terumpun di tempat-tempat tertentu dimana kondisi tanah dan faktor-faktor lingkungan lain mendukung untuk perkecambahan dan pertumbuhan. Sebagai contoh, cedar merah timur seringkali ditemukan terumpun di atas permukaan batu kapur, dimana keadaan tanah kurang asam dibandingkan dengan daerah di dekatnya (Campbell, 2004: 334).

c.  Teratur
Pola penyebaran teratur jika secara reguler dapat ditemui pada perkebunan, agricultur  yang lebih diutamakan efektifitas dan efisiensi lahan.
Berlawanan dengan persebaran individu secara terumpun di dalam suatu populasi, suatu pola penyebaran yang seragam atau berjarak sama mungkin dihasilkan dari interkasi langsung antarindividu dalam populasi tersebut. Sebagai contoh, suatu kecenderungan pada pengaturan jarak yang beraturan pada tumbuhan bisa disebabkan oleh peneduhan dan kompetisi untuk mendapatkan air dan mineral. Beberapa tumbuhan juga mengeluarkan zat-zat kimia yang menghambat perkecambahan dan pertumbuhan individu di dekatnya yang dapat bersaing untuk mendapatkan sumberdaya (Campbell, 2004: 335).

Penyebaran umur populasi
Penyebaran umur merupakan ciri atau sifat penting populasi yang mempengaruhi natalitas dan mortalitas. Karenanya nisbah dari berbagai kelompok umur dalam suatu populasi menentukan status reproduktif yang sedang berlangsung dari populasi dan menyatakan apa yang dapat diharapkan pada masa mendatang. Biasanya populasi yang sedang berlangsung cepat akan mengandung bagian besar individu-individu muda, populasi yang stationer memiliki pembagian khas umur yang lebih merata, dan populasi yang menurun akan mengandung bagian besar insan-insan yang berumur tua. Walaupun demikian, populasi dapat melalui perubahan-perubahan dalam struktur umur tanpa merubah besarnya. Ada bukti bahwa populasi mempunyai penyebaran umur yang normal atau mantap kearah mana penyebaran umur sebenarnya berkecenderungan untuk mengarah. Sekali penyebaran umur yang mantap itu tercapai, maka kenaikan-kenaikan luar biasa natalitas ataupun mortalitas akan mengakibatkan perubahan-perubahan sementara, dengan pengembalian serentak ke keadaan yang mantap (Odum, 1973: 218).

Cara pengukuran pola
Beberapa pengukuran pola diantaranya adalah:
a.    Menggunaan kuadrat acak.
Pemanfaatan jumlah individu yang berakar dalam tanah dihitung dalam kuadrat dan merupakan data pengamatan. (observed). Data harapan dihitung dengan rumus Poison yang hanya memerlukan jumlah  rata rata tumbuhan per kuadrat. Perbedaan antara data pengamatan daengan data harapan dinalisis dengan chi square. Contoh perhitungan dengan analisis Poison untuk setiap spesies adalah sebagai berikut:
Tabel  3   : Analisis  pola penyebaran spesies dengan menggunakan rumus Poison
Jumlah tumbuhan per kuadrat Pengamatan jumlah kuadrat dengan x tumbuhan Harapan
Jumlah kuadrat dengan x tumbuhan  = e -m  (mx /X!) (100) X2  
(Pengamatan –Harapan) 2
             Harapan 
0 13 21.0 3.0
1 51 32.8 10.1
2 23 25.6 0.3
3 3
13.3 8.0
4 0 10 5.20 -
5 10 1.60 1.5
Total 100 99.5 Σχ 2=22.9


Analisis  dengan menggunakan kuadrat acak ini memerlukan minimal 100 kuadrat yang diletakan secara acak. Ukuran plot disesuikan dengan tipe life form. Tumbuhan yang dianalisis sebaiknya adalah tumbuhan yang tunggal seperti spesies Elepanthus, Tridaks procumben. Pengelompokan dengan menggunakan klas  skala B-B yang terdiri dari enam kelas 
Asumsi sebaran Tumbuhan secara umum adalah mengelompok, sehingga Ho: dikatakan sebagai spesies tumbuhan X adalah tidak mengelompok. Penggunaan rumus poison memerlukan jumlah  rerata  tumbuhan per juadrat (m), bilangan konstanta e = 2,7183, sehingga  e -m  = 0,21
Berdasarkan harga Σχ 2=22.9 dokonfirmasikan dengan tabel χ 2 dengan derajad bebas 3 = 11,34, maka nilai χ 2 hitung =22.9> χ 2 tabel = 11,34. Ho ditolak, artinya HA diterima berarti tumbuhan tsb hidup secara mengelompok.
Pola penyebaran setiap jenis tumbuhan ditentukan menggunakan rumus rasio varians dengan nilai tengah sebagai berikut (Setiadi, 1984). 
Penyebaran= V/m :



M =  
Keterangan: 
V= varians 
m= nilai tengah 
Xi= banyaknya individu suatu jenis pada petak contoh ke-i 
n= banyaknya petak contoh 
Kriteria pola penyebaran horizontal: 
a. Jika nilai V/m= 1, maka individu tumbuhan berdistribusi acak (random). 
b. Jika nilai V/m> 1, maka individu tumbuhan berdistribusi mengelompok.
c. Jika V/m< 1, maka individu tumbuhan berdistribusi seragam.
(http://sayedmaulana.files.wordpress.com/2010/12/makalah-pola-penyebaran-dan-daerah-sebaran.doc).

b. menggunakan metode jarak
Metode jarak dapat digunakan dalam perhitungan pola dengan tidak menggunakan plot. Jarak antara tumbuhan yang salaing berdekatan dihitung dan akan dipelajari dalam teknik sampling pada bab kemudian.

c. Frekuensi
Frekuensi dapat digunakan untuk menaksir pola, dimana frekuensi adalah jumlah kuadrat yang berisi spesies tumbuhan tertentu. Jika ada 50 kuadrat yang ditempatkan dilapangan area pengamatan dan 25 diantaranya ditandai dengan hadirnya spesies tertentu maka frekuensi tumbuhan tersebut adalah 50%.
Berdasarkan densitas dan frekuensi dapat juga digunakan sebagai prediksi untuk pola spesies tumbuhan. Sebagai contoh adalah jika angka densitas tinngi dan frekuensi rendah maka dapat diasumsikan bahwa tumbuhan tersebut adalah mengelompok, demian juga sebaliknya. Tetapi penggunakan densitas dan frekuensi adalah ukuran yang tidak independen karena masih ada faktor lain yaitu luas kuadrat yang digunakan berpengaruh terhadap frekuensi yang hadir dalam kuadrat (http://sriwidoretno.staff.fkip.uns.ac.id/files/2010/03/BAB-II.doc).

d. Dominansi 
Penutupan adalah proyeksi luas tajuk pada permukaan tanah dari masing-masing jenis pohon tercacah seperti pada bab I. Data ini biasanya dinyatakan dengan persentase dari total daerah tutupan terhadap luas petak secara keseluruhan. Data ini bisa diperkirakan dengan serentetan titik-titik cuplikan. Penaksiran dapat dilakukan secara langsung, dan perlu diketahui bahwa cabang berbagai jenis pohon hutan sering tumpang tindih. Oleh karena itu, penghitungan total penutupan semua jenis dalam suatu petak cuplikan akan sering mencapai > 100%. 
Dominansi suatu jenis =  
Berdasarkan jumlah replika yang dilakukan maka dapat diperoleh nilai relatif dari parameter dominansi adalah sebagai berikut:
Dominansi Relatif (DR) % =  X 100%

Pertumbuhan Populasi
Semua populasi mempunyai potensi untuk tumbuh dengan cepat, baik pertumbuhan dalam jumlah yang dapat dikatakan meledak, suatu jumlah individu dalam populasi dapat meningkat oleh adanya reaksi rantai yang saling menunjang.
Pada populasi organisme yang erat hubungannya, faktor imigrasi dan emigrasi dapat ignored dan dinamika populasi ditunjukkan oleh angka kelahiran dan angka kematian. Jumlah kelahiran yang dapat dihasilkan oleh suatu individu dalam setahun kita misalkan B, dan individu-individu yang mati selama setahun itu adalah D. Misalkan No jumlah individu yang ada mulai tahun 0. Berapakah jumlah individu pada permulaan tahun 1? Maka jawabannya adalah:
N1 = B No + (1-D) No
Karena B No adalah jumlah total dari kelahiran dan (1-D) adalah jumlah total yang tetap hidup selama setahun. Hal ini disederhanakan dengan suatu harga konstanta R, sehingga:
N1 = RNo 
Jumlah individu pada tahun kedua menggunakan formula ini lagi, sehingga didapatkan:
N2 = RN1 
Dari rumus di atas kita mengetahui N1 dari No, maka dapat dituliskan:
N2 = R2No
Seterusnya karena kita telah mengetahui No dan R, kita dapat memproyeksikan populasi untuk seluruh waktu yang akan datang, misalnya pada tahun t, sebagai
N1 = RtNo
Rumus di atas menunjukkan jumlah dari organisme dalam populasi pada suatu waktu tertentu sebagai suatu faktor times jumlah yang ada. Faktor itu menjadi suatu konstanta R, dan di bangun pada suatu tenaga, T. Jadi t adalah suatu eksponen. Pada saat ukuran populasi dijelaskan dengan formula ini, populasi dinyatakan dalam keadaan tumbuhan yang eksponensial (Ramli, 1989: 122-123).

Kelahiran (natality)
Kelahiran adalah kemampuan yang sudah merupakan sifat suatu populasi untuk bertambah. Laju kelahiran adalah setara dengan kelahiran dalam terminologi pengkajian populasi manusia. Natalitas maksimum adalah produksi maksimum individu-individu baru secara teoritis di bawah keadaan yang ideal dan merupakan tetapan untuk suatu populasi tertentu. 

Kematian (mortalitas)
Mortalitas adalah kematian individu-individu di dalam populasi. Mortalitas dapat dinyatakan sebagai individu yang mati di dalam kurun waktu tertentu. Ada mortalitas minimum secara teoritis, suatu tetapan untuk suatu populasi, yang menyatakan kehilangan di bawah keadaan-keadaan yang ideal atau tidak membatasi (Odum, 1973: 209)
Faktor-faktor pembatas populasi
Faktor-faktor yang bergantung pada kepadatan mengatur pertumbuhan populasi dengan cara yang bervariasi sesuai dengan kepadatan. Faktor yang bergantung pada kepadatan akan semakin intensif ketika kepadatan populasi meningkat dan akhirnya dapat menstabilkan suatu populasi di dekat daya tampungnya. Beberapa faktor yang bergantung kepada kepadatan—kompetisi intraspecies untuk sumberdaya yang terbatas, peningkatan pemangsaan, cekaman akibat kepadatan, atau penumpukan toksin—dapat menyebabkan laju pertumbuhan populasi menurun pada kepadatan populasi yang tinggi.
Kejadian dan kehebatan faktor-faktor yang tidak bergantung pada kepadatan, tidak berhubugan dengan kepadatan populasi. Faktor yang tidak bergantung pada kepadatan, seperti kejadian-kejadian karena iklim dan kebakaran, menurunkan ukuran populasi pada fraksi tertentu, terlepas dari tingkat kepadatannya. Ukuran populasi banyak species, khususnya yang organisme kecil, dibatasi oleh faktor-faktor yang tidak bergantung pada kepadatan yang terjadi secara musiman (Campbell, 2004: 358).

B. DEMOGRAFI TUMBUHAN
Demografi tumbuhan adalah kajian perubahan tumbuhan dalam ukuran populasi menurut umur. Demografi dapat dipelajari dengan cara menentukan laju kelahiran, dan kematian tiap umur dalam populasi . Melalui demografi dapat diproyeksikan  lama hidup suatu tumbuhan, kapan bereproduksi, seberapa banyak jumlah anak, serta perubahan yang terjadi dalam populasi dalam satuan waktu tertentu.
Persoalan demografi adalah bukan hanya persoalan menghitung karena tumbuhan mempunyai plastisitas dan  kompleksitas morphologi dan kemampuan untuk memproduksi secara aseksual.
Pendekatan terhadap demografi dilakukan dengan memberi batasan yang jelas mengenai stadia sejarah hidup, jumlah hadir pada masing masing stadia. Sebagai contoh adalah, biji yang hadir dalam tanah diacu sebagai seed pool (kolam biji/bank biji). Beberapa biji, berkecambah untuk menjadi seedling. Lingkungan berperan untuk menjadi penyaring sehingga beberapa biji tetap dalam bentuk biji dan beberapa biji tumbuh menjadi sedling.
Sementara itu beberapa tumbuhan mati sebelum menghasilkan biji dan ada yang membentuk anakan  dengan biji ataupun dengan cara vegetatip baru. Pada ahkir musim pertumbuhan, biji baru dihasilkan dan bank biji lain tersedia untuk generasi berikutnya.
a. Model pertumbuhan populasi
1. Model Continous time
Menggunakan model continous time kita dapat menentukan jumlah tumbuhan yang akan datang (N t+1). Caranya dengan menambahkan jumlah tumbuhan pada waktu tertentu (Nt) dengan jumlah individu yang terbentuk dari yang dihasilkan tumbuhan yang ada (B). Persamaan yang digunakan yaitu Nt+1=Nt+B+I-D-E, dimana:
Nt+1= jumlah tumbuhan yang ada pada beberapa waktu mendatang
Nt= jumlah tumbuhan pada waktu tertentu
B= jumlah individu yang terbentuk dari biji yang dihasilkan dari tumbuhan yang ada
I= jumlah individu yang tersebar pada situs I
D= jumlah individu yang telah mati
E= jumlah biji yang tersebar keluar area selama periode waktu tertentu
Karena kita kurang mampu menghitung secara lengkap kelahiran dan kematian untuk seluruh populasi, maka data biasanya dinyatakan sebagai laju kelahiran individu (b) dan laju kematian (d), dengan mengabaikan migrasi maka dapat dihitung laju kematian sesaat (r) perindividu atau dalam persamaan:
r=b-d
atau dapat dihitung laju perubahan jumlah populasi dengan persamaan:
d N/at = r.N
dimana:
N= jumlah individu dalam populasi pada waktu t 
2. Model matriks
Model matriks adalah suatu model yang mengizinkan penentuan pertumbuhan populasi tumbuhan dengan perhitungan periode waktu yang tegas. Model matriks sangat menguntungkan bila unit populasi bergerak dari satu stadia pertumbuhan ke stadia lainnya (Michael, 2000: 341).

b. Populasi lebat
Konsep daya dukung yang berkaitan dengan jumlah individu yang dapat didukung dalam suatu lingkungan tertentu, harus diperluas untuk mencakup komponen yield atau biomas. Beberapa individu mendapatkan lebih banyak sumber daya sehingga mereka tumbuh lebih cepat akhirnya terjadi suatu penjarangan diri secara bertingkat pada populasi yang sangat lebat. Ukuran populasi dalam populasi yang tumbuh bergantung pada yang kuat dalam survival. Jumlah populasi menjadi lebih besar atau N mendekati K, sehingga r menurun sampai rata-rata nol. Jika kita memperhatikan hukum yield konstan dimana tumbuhan tanggap terhadap kelebatan dan tidak hanya oleh densitas tetapi juga oleh ukuran individu.

c. Stadia versus umur
Ukuran tidak perlu berkorelasi dengan umur. Banyak tumbuhan akan berbunga bila mereka mencapai ukuran tertentu tanpa memandang umurnya. Semai pohon akan tetap kecil untuk beberapa tahun bila tumbuh dalam naungan lebat. Hal ini adalah stadia perkembangan yang menentukan status demografi individu tentang umurnya. Dalam keadaan tertentu suatu tumbuhan dapat tertarik kembali stadia perkembangan awal. Umur tidak menjadi syarat berarti dalam demografi tumbuhan bila dormansi memutus daur hidup untuk suatu periode waktu.

d. Struktur umur dan struktur stadia
Tanpa memandang lama hidup, maka oran mengenal 8 stadia individu tumbuhan atau populasi yaitu:
1. Biji yang dapat berkecambah
2. Semai
3. Muda/juvenil
4. Tidak dewasa/inmature vegetatif
5. Dewasa/matur vegetatif
6. Reproduksi awal
7. Kesuburan maksimum
8. Tua/senescent
Stadia umur tersebut dapat sebagai parameter menilai perkembangan populasi sebagai bagian dari komunitas (Syamsurizal, 1999: 19-23).

Struktur umur dan ratio jenis kelamin
Banyak organisme memperlihatkan generasi-generasi yang saling tumpang tindih, atau individu-individu yang hidup berdampingan lebih dari satu generasi. Hanya organismen yang seluruh dewasanya bereproduksi pada waktu yang hampir besamaan dan kemudian mati, seperti pada tumbuhan tahunan yang tidak memiliki generasi yang saling tumpang tindih. Generasi yang hidup berdampingan memunculkan struktur umur yang merupakan jumlah relatif individu pada masing-masing umur, pada kebanyakan populasi. Para ahli demografi seringkali menggunakan paramida umur untuk menunjukkan struktur umur suatu populasi. Suatu struktur populasi sangat penting dalam penentuan laju pertumbuhannya.
Setiap kelompok umur memiliki angka kelahiran dan angka kematian yang khas. Angka kelahiran merupakan jumlah keturunan yang dihasilkan selama jangka waktu tertentu, seringkali paling besar pada individu dengan umur pertengahan. Angka kematian paling tinggi pada kehidupan tahun pertama dan pada usia tua. 
Suatu ciri demografi yang penting, yang berhubungan dengan struktur umur, adalah waktu generasi, yaitu rata-rata rentang waktu antara kelahiran suatu individu dengan kelahiran keturunannya. Secara umum, waktu generasi sangat kuat berhubungan dengan ukuran tubuh dalam suatu kisaran jenis organisme yang luas. Dengan faktor-faktor lain yang tetap sama, waktu generasi yang lebih pendek akan menghasilkan pertumbuhan yang lebih cepat dengan asumsi bahwa keseluruhan angka kelahiran lebih besar dari angka kematian. Hal ini karena peningkatan ukuran populasi disebabkan oleh kelahiran yang berakumulasi lebih cepat ketika individu mencapai kematangan seksual dalam suatu periode waktu yang lebih pendek. Ratio jenis kelamin yaitu proporsi individu dari masing-masing jenis kelamin, adalah statistik demografi penting lainnya yang mempengaruhi pertumbuhan populasi (Campbell, 2004: 336-337).

DAFTAR PUSTAKA

Campbell, Neil A. 2004. Biologi Jilid 3. Jakarta: Erlangga.
Ewusie, J. Yanney. 1990. Ekologi Tropika. Bandung: ITB.
Hidayat, Syamsul dan Rosniati A Risna. 2007. Kajian Ekologi Tumbuhan Obat Langka di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Biodiversitas (Volume 8, Nomor 3). Bogor: LIPI.
Maulana, Sayed. 2010. Pola Penyebaran dan Daerah Sebaran Tumbuhan. (http://sayedmaulana.files.wordpress.com/2010/12/makalah-pola-penyebaran-dan-daerah-sebaran.doc, diakses 22 Februari 2011).
Michael, P. 2000. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium. Jakarta: UI Press.
Odum, Eugene P. 1973. Dasar-dasar Ekologi. Yokyakarta: UGM.
Ramli, Dzaki. 1989. Ekologi. Jakarta: Depdikbud.
Sriwidoretno. 2010. Populasi dan Demografi Tumbuhan. (http://sriwidoretno.staff.fkip.uns.ac.id/
files/2010/03/BAB-II.doc, diakses 22 Februari 2011).
Syamsurizal. 1999. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Padang: FMIPA UNP.

PB09

POPULASI TUMBUHAN


POPULASI TUMBUHAN

A. Konsep Populasi
Populasi secara sederhana diartikan sebagai suatu kelompok organisme (tumbuhan/hewan) yang mampu melakukan persilangan diantaranya dan menempati suatu ruang/kawasan tertentu. Kelompok organisme yang membentuk populasi tidak lain adalah individu-individu dari spesies yang sama baik secara genetik maupun secara morfologi. Oleh karena itu, bila kita membicarakan populasi kita harus menyebutkan jenis individu (spesies) yang dibicarakan dan juga diperlukan batas waktu dan bahkan kuantitas. (Syamsurizal, 1999 : 12)
Ciri-ciri populasi:
1. Ciri biologi, merupakan ciri yang dimiliki oleh individu-individu pembangun populasi
Contoh: akar gantung pada anggrek
2. Ciri statistik, merupakan ciri unik sebagai himpunan dari kelompok individu.
Contoh: Kerapatan
Dua pengamatan yang mempelajari ekologi populasi,
1. Speses-spesies tidaklah sama melimpahnya dalam seluruh wilayah; beberapa spesies mungkin banyak jumlahnya, sedangkan spesies lain barangkali sedikit.
2. Spesies-spesies tidaklah sama melimpahnya di suatu daerah dibandingkan dengan daerah lainnya diwilayah tersebut (McNaughton. 2000: 288-289).

B. Karakteristik Populasi
1. Memiliki kerapatan (density)
Untuk menyatakan ukuran/ besarnya populasi, pengertian kerapatan populasi (populasi density, densitas populasi) banyak dipakai. Kerapatan populasi dapat dinyatakan dalam jumlah individu dengan ruang yang ditempati pada satuan luas (misalnya m2 atau Ha) untuk organisme yang hidup di darat atau satuan volume (misalnya liter atau m3)
Kerapatan  =   Jumlah individu
          Satuan luas/volume

Kerapatan populasi ditentukan oleh :
a. Energy/produktifitas lingkungan
b. Tropic level organisme yang menyusunnya
c. Besar atau kecepatan metabolisme
d. Homeostatic mechanism yaitu suatu mekanisme dimana adanya kecenderungan faktor biotis mengadakan keseimbangan.
 (Dalim, 1999 : 83-84)
Kerapatan kotor (Crude density) merupakan banyaknya individu (biomassa) yang terdapat dalam satuan ruangan keseluruhan. Misalnya jumlah spesies per hektar hutan tropik basah. Kerapatan ekologis berarti banyaknya individu (biomassa) per satuan habitat atau banyaknya individu menempati per satuan/volume yang tersedia.
Batas atas kerapatan populasi ditentukan oleh arus energy dalam ekosistem, tingkat tropic organisme, ukuran individu dan kerapatan metabolisme individu organism tersebut. Batas bawah kerapatan populasi lebih sulit ditemukan, kecuali pada suatu ekosistem yang memiliki mekanisme homoeostatis yang bekerja untuk menjaga kerapatan organisme secara umum dan organism yang dominan.
Makin rendah tingkat tropik makin tinggi kerapatanya dan pada tingkat tertentu makin besar individu makin besar biomassanya.
(Suin, 2002 : 35-36)


2. Perubahan- perubahan kepadatan populasi, istilah yang digunakan adalah dinamika populasi.
Sebagian besar organisme menunjukkan variasi besar populasi tahuanan, yaitu adanya periode perkembangbiakan diikuti periode perkembangbiakan terbatas atau tanpa perkembangbiakan tetapi dengan beberapa kematian (mortality). Pola besar atau ukuran populasi selamam beberapa tahun ditentukan oleh pola tahunan periode kelahitan (natality) dan kematian
Faktor yang menyebabkan perubahan pada populasi yaitu:
a) Angka kelahiran (natalitas), yaitu angka kelahiran yang dapat menambah besarnya populasi.
N =     Jumlah individu lahir
             Satuan waktu

Natalitas maksimum disebut juga natalitas mutlak atau fisiologis dapat dinyatakan sebagai banyaknya jumlah maksimum individu-individu baru dalam kondisi ideal (tidak ada factor pembatas ekologis, hanya factor pembatas fisiologis). Nilai natalitas maksimum ini untuk populasi adalah konstan. Natalitas ekologis menyatakan peningkatan populasi dalam kondisi lingkungan yang sebenarnya atau kondisi spesifik lingkungan.
b) Angka kematian (mortalitas), yaitu yang dapat mengurangi besarnya populasi.
M =   Jumlah individu yang mati
Satuan waktu
c) Perpindahan masuk (imigrasi) juga dapat menambah populasi
d) Perpindahan keluar (emigrasi) dapat mengurangi populasi
Keempat faktor ini menyebabkan populasi turun naik yang disebut juga fluktuasi populasi.

Populasi yang terkontrol merupakan sesuatu yang secara teratur mengarah pada kemampuan lingkungan untuk mendukung individu-indivudu. Daya dukung ini bisa berubah menurut waktu, oleh karena ketersediaan sumber menjadi kritis, perubahan umur struktur genetic populasi, atau perubahan sumber kematian eksternal. Densitas populasi terkontrol mungkin berubah dalam pola yang bertahap (tracking) dengan berubahnya daya dukung lingkungan. Tracking dari fluktuasi yang besar membutuhkan hubungan timbal balik yang kuat dan cepat antara organism denagn lingkungan. Hubungan tersebut akan menentukan kecepatan perubahan populasi terkontrol sebagai respon terhadap fluktuasi lingkungan. (McNaughton, 2000: 509)

Pertumbuhan Populasi
1. Struktur Umur
Dalam lingkaran hidup organisme terdapat fase lahir, pertumbuhan, dewasa, tua, dan mati. Struktur umur dalam suatu populasi dapat menunjukkan suatu populasi apakah sedang mengalami pertumbuhan yang cepat, stabil, atau menurun.
2. Bentuk pertumbuhan populasi
a) Bentuk J
Ditandai bila kepadatan suatu populasi tumbuh secara eksponensial (sangat cepat), lalu pertumbuhan berhenti mendadak karena daya tahan lingkungan.


b) Bentuk S (Sigmoid)
Mula-mula populasi tumbuh lambat, makin lama makin cepat, karena factor lingkungan maka populasi tumbuh menjadi lambat.


EKOSPESIES
Sekelompok spesies yang mampu melakukan tukar menukar gen dengan keturunan yang fertil  tetapi kesuburan berkurang apabila melakukan  hibridisasi dengan spesies lain.

EKOTIPE
Merupakan variasi yang ada dalam satu spesies akibat adanya perubahan faktor lingkungan seperti cahaya, intensitas cahaya, garis lintang, latitude, elevasi atau krakteristik situs lainnya. Variasi itu berupa tinggi pohon, ukuran daun, waktu berbunga. Sterbbins menyatakan bahwa ekotipe adalah kumpulan organisme yang mempunyai susunan genotipe sama, baik heterozygot maupun homozygot dan beradaptasi pada niche tertentu. Anggota suatu kelompok organisme dengan susunan genotipe yang sama dalam pembicaraan ekologi disebut biotipe dan niche adalah tempat suatu organisme berfungsi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
(Odum, 1961).


Beberapa pandangan mengenai ekotipe:
a) Menurut Kenner
Variasi yang ada pada spesies bersifat plastis dan bukan sebagai tanggapan genetis yang diturunkan.
b) Menurut Turesson
Variasi yang ada dapat diturunkan dan merupakan adaptasi terhadap habitatnya
Kriteria ekotipe menurut Turesson:
a) Ekotipe harus berdasarkan sifat genetik
b) Pebedaannya dapat berupa morfologis atau fisiologisnya
c) Hadir dalam tipe habitat yang berbeda secara jelas
d) Perbedaan genetik merupakan hasil adaptasi terhadap perbedaan habitat
e) Berpotensi interfertil (sama-sama subur) dengan ekotipe lain dari spesies yang sama
f) Merupakan satuan yang tegas dengan perbedan nyata yang memisahkan suatu ekotipe dengan lainnya
c) Menurut Clausen dan kawan-kawan
Dalam ukuran populasi tunggal sampai group regional, makin luas kisaran penyebaran spesies, makin banyak ekotipe dalam spesies tersebut.
(Syamsurizal, 1999 : 16)

Sifat Karakteristik Ekotipe
Keistimewaan sifat ekotipe antara lain:
1) Ekotipe spesies selalu interfertil
2) Dapat mempertahankan keistimewaan asalnya bila ditanam dalam habitat lain
3) Ekotipe didasarkan sifat-sifat genetis
4) Suatu spesies dengan ekologi yang luas dibedakan atas dasar sifat-sifat morfologis, fisiologis dalam habitat yang berbeda
5) Dapat terjadi dalam tipe habitat yang jelas
Pembentukan Ekotipe Baru
Ekotipe baru dapat dihasilkan melalui metode:
1. Hibridisasi
Ini dihasilkan oleh persilangan alami dari Spartia stricta dengan S. alterriflora, hibrid yang baru S. townsendii, hasil persilangan kedua induk dari habitat alami.
2. Mutasi
Hibrid-hibrid baru juga dapat dihasilkan dari mutasi alami dan rekombinasi, gen pool kecil mengumpul dalam jumlah populasi yang lebih baik adaptasinya. Dalam habitat atau lingkungan yang istimewa (khusus) beberapa ekotipe baru timbul karena penanaman (pengolahan) atau dijaga adanya seleksi kompetisi.
3. Pertukaran kromosom (Chromosonal changes)
Hilangnya atau penambahan segmen kromosom menghasilkan pertukaran genotipe diikuti oleh pertukaran fenotipe hasil dari pembentukan ekotipe baru karena  poliploid-poliploid hampir tidak menunjukkan toleransi ekologi seperti induknya.

Macam-macam Ekotipe
Menurut macam-macam kondisi lingkungan, ekotipe dibagi:
1. Klimatik ekotipe yaitu ekotipe yang terjadi akibat pengaruh faktor-faktor iklim seperti cahaya, temperatur, air dan angin. Turesson (1930) telah menyelidiki klimatik ekotipe misalnya: Leontodon auntumnalis.
2. Edhaphik ekotipe ialah ekotipe yang terjadi akibat perbedaan tipe dan reaksi tanah atau faktor-faktor tanah seperti kelembaban tanah, kelebihan atau kekurangan nutrien dan sebagainya.
Misa dan Rao (1948) telah mempelajari Lindenbergia Polyantha dan Rankishman (1961) mempelajari Euphorbia thymifolia.
3. Klimatik adhapik ekotipe. Kadang-kadang ekotipe terjadi karena pengaruh faktor iklim dan tanah disebut klimatik edhapik ekotipe. Pandey dan Jayan (1970) mempelajari Cenchrus ciliaris.
4. Altitudinal dan latitudinal ekotipe adalah suatu eotipe yang terjadi akibat perubahan tinggi tempat dan akibat perbedaan lintang seperti Cassia tora, Anagalis arvensis, Pinus dan Gymnospermae lain.
5. Fisiologik ekotipe yaitu ekotipe yang terjadi akibat perubahan fisiologis seperti penyinaran (photoperiode), absorbsi air, cyclus nutrien misalnya: Boutelona curtipendula.

EKOKLINE
Merupakan populasi-populasi dari sekelompok organisme-organisme dengan karakteristik yang berbeda secara teratur. Konsep ekotipe dari Turesson trenyata sangat terbatas penggunaannya. Gregor (1946) mengamati secara seksama 2 ekotipe dari Plantago maritime, dimana suatu ekotipe tumbuh di rawa garaman yang teratur tergenang oleh pasang tinggi dengan salinitas tanah mendekati 2,5%. Tumbuhan ini memilik dari daun pendek dan biji kecil.
Ekotipe lain menempati padang nonsalin jauh di pedalaman yang mempunyai daun lebih panjang, biji besar. Gregor mengumpulkan biji-biji tanaman tersebut kemudian menebarkannya. Gregor juga mengambil biji-biji tanaman yang berasa di daerah ekoton dan ditebarkan secara bersama pada suatu transek. Ia menemukan hasil bahwa perbedaan lapangan secara genetic tetap ada, akan tetapi perubahan tersebut menunjukkan suatu bentuk gradasi secara kontinu dari suatu bentuk ekotipe yang ekstrem ke bentuk ekotipe ekstrem lainnya. Tidak ada batas yang tegas antara dua ekosistem, apalagi suatu ekotipe dengan tumbuhan yang berasal dari daerah ekoton.
(Syamsurizal, 1999 : 16)


DAFTAR PUSTAKA

Dalim, Yeniwarti. 1999. Fitogeografi (Geografi Tumbuh-Tumbuhan). Padang:  
Universitas Negeri Padang.
McNaughton, S.J.1993. Ekologi Umum. Yogyakarta : UGM Press.
Odum, Eugene P.1993. Dasar-Dasar Ekologi. Yogyakarta : UGM Press.
Suin, Nurdin Muhammad.2002. Metoda Ekologi. Padang : Universitas Andalas.
Syamsurizal. 2000. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Padang: Universitas Negeri
Padang.
http://fp.uns.ac.id/~hamasains/ekotan%205.htm
http://pengertian-definisi.blogspot.com/2010/10/definisi-ekotipe.html

PB09